Kasus Kredit Macet Bank Banten Rp 65 Miliar, Kejati Banten Bakal Tetapkan Tersangka Baru

Kasus Kredit Macet Bank Banten Rp 65 Miliar, Kejati Banten Bakal Tetapkan Tersangka Baru

Kajati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah) saat menyampaikan pers rilis kasus kredit macet Bank Banten di Kejati Banten beberapa waktu yang lalu -Fahmi Sa'i-

SERANG, INFORADAR.ID --- Kejaksaan Tinggi Banten saat ini tengah melakukan pengungkapan untuk mendalami adanya tindak pidana pencucian uang dalam perkara kredit macet Bank Banten senilai Rp 65 miliar. 

Dalam pengungkapan ini tidak menutup kemungkinan bakal ditetapkannya tersangka baru kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap pinjaman Bank Banten kepada PT Harum Nusantara Makmur (HNM) tahun 2017 senilai 65 miliar. 

Gelar perkara TPPU kasus tersebut telah dilaksanakan bidang Intelejen Kejati Banten Jumat, 30 Desember 2022. "Atas keputusan hasil gelar perkara, Bapak Kajati Banten (Leonard Eben Ezer Simanjuntak-red) telah menyetujui untuk dilakukan penyidikan umum untuk dilakukan penetapan tersangka dalam penerapan UU TPPU," kata Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan, Minggu 1 Januari 2023.

Ivan mengungkapkan, kasus TPPU penyimpangan pinjaman Bank Banten tersebut akan diambil alih oleh bidang pidana khusus (pidsus). "Selanjutnya tim penyidik pada asisten pidana khusus akan melakukan serangkaian penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti aliran uang yang dimaksud," kata Ivan. 

Ivan menjelaskan dalam proses penyelidikan yang dilakukan bidang intelejen Kejati Banten, penyelidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup terkait penerapan TPPU dalam kasus tersebut. "Ada perbuatan menempatkan atau mentransfer uang hasil kejahatan ke dalam instrumen perbankan untuk menyamarkan atau menyembunyikan uang hasil kejahatan," kata Ivan. 

Diungkapkan Ivan, uang hasil kejahatan yang diduga disamarkan atau disembunyikan sebesar Rp 61,688 miliar dari total pinjaman Rp 65 millar. Modus penyamaran pinjaman atau TPPU ini dilakukan dengan mengalihkan pengukuran kredit modal kerja dan menempatkannya ke beberapa rekening perbankan lain. 

"Uang pinjaman ini ditransfer ke beberapa rekening perbankan lain dan dipergunakan tidak untuk kepentingan kepentingan modal kerja sebagaimana yang telah ditentukan," ujar pria berdarah Batak tersebut. 

Kajati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan penyimpangan pinjaman Bank Banten ke PT HNM tersebut telah dilakukan proses penyidikan terkait kasus dugaan korupsinya. Saat ini, kasus tersebut persidangannya sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Serang. 

Adapun dua orang terdakwa yang sedang menjalani persidangan tersebut adalah mantan Vice President at Bank Pembangunan Daerah Banten alias Bank Banten Satyavadin Djojosubroto dan Direktur Utama PT HNM Rasyid Syamsudin. "Saat ini sedang berjalan proses persidangannya," kata Leo. 

Leo mengatakan, kasus kredit macet PT HNM tersebut berawal pada 25 Mei 2017 lalu. Ketika itu, Rasyid selaku direktur utama PT HNM mengajukan permohonan kredit kepada Bank Banten melalui Satyavadin yang saat itu menjabat sebagai kepala divisi kredit komersial Bank Banten dan selaku plt pemimpin kantor wilayah Bank Banten DKI Jakarta senilai Rp 39 miliar. "Pengajuan kredit Rp 39 miliar, dengan rincian kredit modal kerja atau KMK senilai Rp 15 miliar dan kredit investasi (KI) Rp 24 miliar," kata Leo. 

Pengajuan kredit tersebut untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT HNM dengan PT Waskita Karya. "Pengajuan kredit untuk pekerjaan persiapan tanah jalan tol Pematang Panggang Kayu Agung di Palembang, Sumatera Selatan. Dengan agunan berupa non fixed asset sebesar Rp 50 miliar (nilai kontrak dengan PT Waskita Karya-red) dan fixed asset berupa tiga SHM," kata Leo. 

Kemudian pada Juni 2017, Satyavadin yang bertindak sebagai pemrakarsa kredit dan anggota komite mengajukan memorandum analisa kredit (MAK) untuk dibahas oleh komite kredit. "Dan, mendapatkan persetujuan dari ketua komite kredit yaitu saksi FM selaku plt direktur utama Bank Banten," ujar Leo. 

FM sambung Leo, memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT HNM sebesar Rp 30 miliar dengan rincian KMK Rp 13 miliar dan KI Rp 17 miliar. "Kemudian, pada November 2017 PT HNM kembali mengajukan penambahan plafon kredit dan mendapatkan persetujuan sebesar Rp 35 miliar," kata Leo. 

Pemberian penambahan kredit tersebut membuat PT HNM menerima total pinjaman senilai Rp 65 miliar. Pemberian penambahan kredit tersebut mendapat tanda tanya besar. Sebab, setelah menerima pinjaman awal Rp 30 miliar PT HNM belum melaksanakan kewajibannnya. "(Kewajiban yang belum dilaksanakan-red) yaitu, melakukan pembayaran angsuran kredit," kata Leo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: