Pesan untuk Ray
--
Pesan yang disampaikan Tante Dewi terus-menerus hinggap di kepala, hingga sampai pada suatu keyakinan bahwa selama ini ia salah memilih seseorang. Perasaan itu berkecamuk, membuat Ray merasa menjadi lelaki paling bodoh di dunia.
“Ran, maafkan aku,” dikirimnya pesan WhatsApp dan lekas meninggalkan Tante Dewi yang masih terbaring lemas di balik selimut, tak lupa ia letakkan lima lembar uang berwarna merah di atas meja.
Fajar belum juga menunjukkan sinarnya, namun Ray sudah melesat menuju Serang setelah menerima balasan pesan dari Rani. Ada segaris senyum di bibirnya, menandakan sebuah keyakinan akan pilihannya saat ini tentang wanita yang akan membawanya pada kebahagiaan.
“Datanglah jika kamu benar-benar mencintaiku, bilang pada ibuku jika kamu akan menikahiku.”
Hari itu Rani sengaja izin pulang dari pesantren demi menunggu kedatangan Ray, di rumahnya yang sederhana, dengan pagar bambu mengelilingi pelanataran, ia melihat Ray melangkah pasti dengan senyum yang memabukkan. Mereka duduk di ruang tengah, beberapa saudara Rani seperti bibi dan pamannya ramah menyapa, sesekali menanyakan tentang kehidupan Ray di Jakarta.
Ada kehangatan yang Ray rasakan, membuatnya semakin yakin, bahwa inilah yang ia cari selama ini. Hingga suara itu muncul dari balik pintu, Rani bangkit dan lekas menghampiri penuh keceriaan. “Ibu…, Rani mau kenalin seseorang ke ibu.”
Ray merasa sangat familiar dengan suara itu, suara yang memberinya kehangatan. Ia pun menoleh, matanya terbelalak, ia tak percaya akan apa yang dilihatnya. “Tante,” Ray mendekat dan mencium lengan wanita itu yang seketika menangis dan memeluk anaknya.
***
Selesai
Penulis: Daru Pamungkas
Daru Pamungkas merupakan relawan Rumah Dunia, bekerja sebagai wartawan di Radar Banten dan sedang menempuh pendidikan pasca sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: