Walimah dan Kemabruran Haji

Walimah dan Kemabruran Haji

Ilustrasi--


Oleh: Dr. KH. Encep Safrudin Muhyi, MM. M.Sc*

Muqoddimah 

Saat musim haji tiba, orang yang akan naik haji mengundang masyarakat di lingkungannya untuk hadir dalam acara Walimatus Safar. Dalam kegiatannya biasanya diisi dengan pembacaan doa bersama, tausiyyah mengenai haji dan ditutup dengan memberi jamuan bagi tamu undangan.

Adapun selepas pulang ibadah haji atau umrah pun akan digelar kembali perjamuan untuk menyambut kedatangan, serta melayani silaturahmi mengucap selamat dan syukur atas telah dilaksanakan ibadah haji.

Berdasarkan arti, Walimah berarti “perjamuan” dan safar artinya “perjalanan”. Maka Walimatus Safar merupakan perjuaman untuk keberangkatan calon jamaah haji dan umrah pergi ke tanah suci. Dari segi manfaat Walimatus Safar ini baik, karena etika bersilaturahmi, di dalamnya ada unsur mengedukasi memberikan pengetahuan dan informasi-informasi tentang haji, 

Walimatus Safar menjadi tradisi yang baik, karena di dalamnya berpaut dengan unsur silaturahim, pemberian jamuan dan saling mendoakan, sehingga saling menumbuhkan rasa cinta sesama umat Muslim.

Alangkah baiknya jika acara walimatul hajj bisa mengundang anak-anak yatim, fakir miskin, dan orang-orang yang tidak mampu agar semangat berbagi kebahagiaan itu semakin terasa. Sementara, bagi yang memang berat untuk mengeluarkan biaya bagi acara walimatus safar tidaklah  perlu untuk memaksakan diri karena di samping tidak ada dalil baik Alquran maupun sunah yang mengharuskannya, juga wujud tasyakur dan silaturahim dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk yang lain. 

Semoga safarnya calon jamaah haji baik sejak berangkat hingga kembali senantiasa ada dalam jamuan Allah SWT, dimudahkan rezekinya dan dimudahkan perjalanannya.

Tradisi Walimah & Kemabruran Haji

Di Akhir Bulan Dzulhijjah sampai awal Muharrom adalah waktu para jama’ah haji asal Indonesia kembali ke tanah air, setelah sekian hari berada di tanah haram, Arab Saudi. Dalam rangka melaksanakan rukun islam yang kelima, Haji.

Ibadah haji terasa istimewa bagi umat islam, karena tidak semua umat islam mampu melaksanakannya. Mereka yang dapat menunaikan ibadah haji hanyalah orang-orang yang mendapat “panggilan khusus” dari Allah SWT. Disamping itu, ibadah haji merupakan ibadah yang paling banyak menguras finansial di bandingkan rukun islam lainnya.   

Oleh karena itu, sudah selayaknya nikmat yang luar biasa ini di syukuri. Imam Syafi’i berkata:

تصدق الوليمۃ علی كل دعوۃ لحادث سرور

Artinya: Walimah itu mencakup setiap undangan karena ada kebahagian.

Berdasarkan qaulnya Imam Syafi’i, pelaksanaan walimatul haj dapat dibenarkan, kerena ia adalah bagian dari ekspresi kebahagiaan, karena telah mendapat panggilan mulia ke Baitullah. Namun meski demikian, amaliah dalam Islam haruslah berlandaskan kepada dalil-dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadis, baik dalilnya mantuq (tersurat) maupun mafhum (tersirat). Pertanyaanya kemudian, adakah dalil yang bisa di jadikan dasar dari walimatul hajj ini?

Syekh Muhyiddin Abdus Shomad dalam kitabnya Al-Hujaj Al-Qat’iyah fi Shihhati; Mu’taqidaati wa Amaliyaati an-Nahdliyah.

يستحب للحاج بعد رجوعه بلده ان يتحر جملا او بقرۃ او يذبح شاۃ للفقراء والمساكين والجيران والاخوان تقربا الی الله عز وجل كما فعل النبي صلی عليه وسلم.

Disunnahkan bagi orang yang haji setelah pulang ke negeranya untuk menyembelih unta, sapi atau kambing untuk di berikan kepada orang fakir, miskin, tetangga dan saudara. Hal ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana di kerjakan oleh Rasulullah SAW.”

Rasulullah pernah melakukanya ketika beliau datang dari Mekkah dan kembali ke Madinah. Mengenai hal ini Kitab Shohih Bukhori merekamnya

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما, ان النبي صلی الله عليه وسلم لما قدم المدينۃ نحر جزورا او بقرۃ.

Dari Jabir bin Abdullah ra. Bahwasanya Nabi Muhammad SAW ketika kembali ke Madinah menyembelih kambing atau sapi.

Namun terkadang walimatul hajj di sebagian masyarakat Indonesia dikerjakan sebelum berangkat haji. Hal ini tidaklah mengapa karena pada dasarnya walimah bagian dari sunnah rasul dan sebagai bentuk syukur kita kepada Allah SWT.

Apabila seseorang ingin menunaikan ibadah haji, tentu kita sering mendengar istilah walimatus safar. Walimatus safar sendiri merupakan acara yang diadakan sebelum melakukan perjalanan yang jauh, misalnya ke Tanah Suci. Secara bahasa, safar memiliki arti bepergian atau perjalanan. Jadi secara filosofis walimatus safar adalah acara syukuran sekaligus berpamitan, memohon maaf dan berdoa supaya calon jamaah haji yang hendak ke Tanah Suci ibadahnya mabrur.

Tujuan utama dari kegiatan walimatus safar tidak lain adalah untuk berdoa kepada Allah SWT. Jadi tidak ada salahnya jika seseorang meminta doa kepada Allah SWT. Niatnya yang pertama doa, biar didoain semoga selamat, baik dalam perjalanan maupun ketika disana, dan semoga menjadi haji yang mabrur. Untuk melaksanakan acara walimatus safar, kita cukup mengundang saudara, kerabat, dan tetangga tetangga sekitar untuk turut serta mendoakan dan didoakan. Terlebih jika memberikan jamuan makan dan disertai pengajian, hal tersebut tentu perbuatan baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.

“Di iringi sedekah makan - makan, dapet besek, terus sekalian minta maaf, sama masyarakat sekitar, takut ada dosa”.

Perjalanan Ibadah Haji merupakan perjalanan yang suci. Maka dari itu ada baiknya jika perjalanan ke Tanah Suci didasari dengan hati yang suci pula. Hal tersebut bisa dilakukan dengan meminta maaf secara terbuka kepada saudara, kerabat dan tetangga yang hadir supaya memaafkan dari kesalahan dan perbuatannya semasa hidupnya.

Ibnu ‘Umar pernah mengatakan pada seseorang yang hendak bersafar , “Mendekatlah padaku, aku akan menitipkan engkau sebagaimana Rasulullah SAW menitipkan kami, lalu beliau berkata: “Astawdi’ullaha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)”. (HR. Tirmidzi)

Walimatus safar  merupakan tradisi turun temurun yang sudah lama ada di Indonesia. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian Doa yang dipanjatkan agar memohon keselamatan dan keberkahan dalam melaksanakan Rukun islam yang terakhir itu.

Ada 3 aspek yang harus terus dilaksanakan dalam menjaga kemabruran hajinya, seperti Aspek Kepribadian, artinya hendaknya terus berupaya melestarikan amalan yang sudah dilaksanakan selama di Tanah Suci Makkah, Aspek Ubudiyah, seperti meningkatkan kualitas sholat fardu, melaksanakan sholat dan puasa sunnah, membiasakan tilawah Qur’an dan menumbuhkan sifat peduli terhadap pakir miskin, serta Aspek Sosial, seperti membiasakan diri sholat berjamaah, menyantuni anak yatim dan mendamaikan orang yang sedang berselisih.

Semoga kemabruran haji ini dapat mendorong diri kita menjadi lebih baik dari sebelumnya, dan mampu melestarikan nilai-nilai ibadah haji dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, “Mudah-mudahan para jemaah haji memperoleh predikat mabrur, karena tidak ada balasan yang lebih pantas bagi mereka kecuali syurga.

Semoga Bermanfaat.

Penulis adalah Kepala Bidang Pendidikan Agama & Keagamaan Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, Penulis Buku Islam Dalam Transformasi Kehidupan& Buku Kepemimpinan Pendidikan Transformasional, dan Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi-Pandeglang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: