“Ya udah Kakak masuk ya, nanti kalau pulang pamit dulu ke Ibu”
“Iya Kak”
Tanpa tunggu lama aku segera membuka bungkusan plastikyang dibawa Kakak tadi.Tapi tak berapa lama mataku tertuju pada seorang ibu berkerudung biru tua yang duduk tertunduk berselang dua kursi dariku. Wajahnya terlihat murung dan kelelahan, sesekali dia menyeka air mata dengan tissue dalam genggamannya. Lama aku berfikir ada apa gerangan dengan ibu ini. Kantong plastik yang sudah terbuka kututup kembali sambil mendekati ibu tersebut.
“Ibu maaf, ada apa bu, ada yang bisa saya bantu ?” tanyaku penuh hati-hati.
Ibu itu menatapku, tapi kemudian dia menunduk kembali, matanya agak merah karena menahan air mata, dan tampak pancaran kelelahan diwajahnya.Sejurus kemudian taskulit berwarna coklat tua yang ada disampingnya didekap dalampangkuannya. Sesekali wajahnya ditundukkan diatas tas tersebut.
“Maaf bu ga apa-apa kok, ada apa bu, mungkin ada yang bisa saya bantu ?” kembali pertanyaan itu ku ulang untuk meyakinkannya.Aku yakin ibu tersebut punya masalah atau perlu bantuan dan disekitar balkon tersebut hanya kami berdua, sehingga aku merasa perlu menolongnya.
“Terimakasih dek, Ibu bingung, semalam Bapak dirawat diruang Isolasi karena positif tertular Virus Corona, sedangkan anak-anak ibu menjalani isolasi mandiri di rumah. Yang negatif hanya ibu sendiri sehingga ibu bingung harus mengurus Bapak disini atau anak-anak dirumah, semua sangat memerlukan bantuan ibu. Kalau ibu pulang siapa yang menemani Bapak, tapi kalau ibu disini terus bagaimana dengan anak-anak Ibu dirumah”
“Ya Allah” bathinku, sungguh aku tak menyangka betapa berat beban fisik dan pikiran yang dialami Ibu tersebut.Dalam waktu bersamaan namun berbeda tempat dia harus mengurus suami dan anak-anaknya.Tiba-tiba aku teringat bubur ayam dan air mineral yang dibelikan Kakak untuk sarapanku pagi ini.