Review Film Horror di Ambang Kematian, Kisahnya Bikin Sedih Sekaligus Emosi
poster film horror di ambang kematian--instagram @kabarsamarinda_official
INFORADAR.ID - Film Horror Di Ambang Kematian bercerita tentang Pak Suyatmo yang melakukan pesugihan untuk memulai usaha. Namun, karena salah perjanjian dengan setan, korban pesugihan berubah wujud dari kambing menjadi manusia. Akibatnya, keluarga Suyatomo menjadi korban setiap sepuluh tahun sekali, begitu juga dengan anak bungsunya Nadia (Taskia Namya).
Banyak Film Horor Indonesia yang menggunakan pesugihan sebagai premis dalam ceritanya. Namun, dalam Di Ambang Kematian, tema pesugihan dikemas dengan konsep kekeluargaan sehingga memberikan kesan yang sedikit berbeda. Bahkan, unsur kekeluargaannya begitu kental sehingga kita tidak bisa marah pada Pak Suyatomo yang menyogok dengan mengorbankan keluarganya.
Dari segi Film Horor, film ini berhasil menciptakan ketegangan pada penonton sejak pembukaan. Ketegangan ini bertahan hingga akhir film, seolah-olah penonton hanya memiliki sedikit ruang untuk bernafas. Hal ini berkat penggunaan berbagai elemen horor yang tepat yang membuat film ini terasa sangat intens hingga setiap momen jump scare.
Ada beberapa elemen horor di tengah film yang terasa berlebihan. Ada juga plot yang tidak sepenuhnya dijelaskan. Namun, premisnya dikembangkan dengan baik dan penggunaan elemen horornya tepat dan tidak mengganggu pengalaman selama menonton.
On the Brink of Death bukanlah film horor dengan pemeran yang bagus. Ini bukan hal yang buruk. Sebaliknya, pemeran kecillah yang membuat penampilan para karakter utama menonjol di mata penonton.
BACA JUGA:Di Ambang Kematian, Film Horor Kisah Mengenaskan Dari Sebuah Cuitan
Dua aktor yang paling banyak berperan dalam film ini adalah Teuku Rifnu Wikana dan Tasquiya Namya. Chemistry mereka sebagai ayah dan anak sangat panas di tengah konflik maut yang melibatkan keluarga tersebut. Mereka berdua juga terlihat sangat menyeramkan dalam beberapa adegan.
Selain Teuku dan Taskya, sejumlah aktor lainnya juga memberikan penampilan yang solid dalam film ini. Kinariosi juga patut dipuji karena berhasil membuat penonton tegang dalam peran sebagai ibu meskipun penampilannya hanya sebentar.
Di Ambang Kematian kerap mengandalkan elemen gore dan jump scare sebagai cara untuk membuat penonton takut. Elemen gore ini juga dimaksimalkan dengan visual. Beberapa adegan gore dalam film ini bisa jadi terlihat mengerikan dan menjijikkan karena penggunaan make-up atau CGI.
Namun, harus diakui bahwa penggunaan efek visual CGI dalam film ini masih jauh dari kata sempurna: Beberapa adegan dengan CGI tidak terlihat sangat halus, hampir seperti animasi. CGI yang buruk memang jarang digunakan, tetapi sekali pun digunakan, itu sudah cukup untuk merusak kengerian adegan tersebut.
Selain itu, penggunaan musik dan suara dalam film ini juga sangat membantu dalam memaksimalkan momen-momen jump scare dan beberapa kali berhasil membuat penonton melompat dari bangku karena kaget. Hal ini dikarenakan scoring dan efek suara yang sangat tinggi dan mampu mengagetkan penonton meskipun bukan adegan jump scare.
Namun, perlu ditekankan bahwa tidak semua penggunaan suara yang keras itu baik dari segi akustik. Tentu saja, hal ini dapat meningkatkan efek kejutan dari jump scare. Namun, apabila berlebihan, suara latar yang keras bisa membuat kita sulit mendengar dialog dalam film.
Secara mengejutkan, On the Brink of Death berhasil melampaui apa yang diharapkan, dengan ceritanya yang solid dan rapi. Elemen horornya juga dibangun dengan sangat padat dan bisa jadi merupakan kandidat film horor terseram di tahun 2023. Bagi yang tertarik, film ini dapat disaksikan di berbagai bioskop di Indonesia mulai tanggal 28 September 2023.
Jadi, bagaimana pendapat Anda tentang ulasan film Horror di ambang kematian ini? Apakah anda tertarik untuk menontonnya?.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: