Misteri Gunung Pinang, Kisah Anak Sukses yang Durhaka Kepada Ibu Kandungnya
Penggowes sedang menjajal salah satu trek di Gunung Pinang. -Foto: Tangkapan layar akun @Facebook Kang Ola-
Sesampainya di Negeri Malaka, Dampu dikenal sebagai pekerja yang rajin dan ulet. Teuku Abu Matsyah berniat untuk menjodohkan putrinya, Siti Nurhasanah dengan Dampu Awang. Lantas keduanya menikah dan hidup bahagia.
Beberapa bulan setelah keduanya menikah, Tengku Abu Matsyah meninggal dunia. Sehingga, seluruh hartanya diwariskan kepada keduanya. Jadilah Dampu dan Siti Nurhasanah dikenal sebagai saudagar kaya raya. Hidup bergelimang harta. Dampu melupakan ibunya di kampung halaman.
Setelah lima tahun di perantauan, timbulah keinginan Dampu untuk pulang ke Banten. Berangkatlah ia dan istrinya dengan diiringi pengawal ke Banten. Sebuah kapal megah dan besar membawa rombongan berlayar berhari-hari menuju Banten. Kabar kedatangan kapal megah ini tersiar hingga ke seluruh Negeri Banten. Hingga mereka berbondong-bondong menuju pelabuhan.
Di antara kerumunan orang, terdapat wanita tua semringah dengan pakaian compang camping. "Jangan jangan yang punya kapal itu anakku," guman perempuan tua itu.
Ketika ia yakin bahwa yang datang putranya, ia berteriak memanggil putranya sambil melambaikan tangan.
Dampu Awang yang dipanggil segera mencari asal suara. Namun, ketika yang dilihatnya perempuan tua keriput dengan pakaian compang camping, ia segera memalingkan wajahnya. Siti Nurhasanah, istrinya heran. "Kenapa kanda memalingkan wajah? Bukannya wanita itu memanggil-manggil nama kanda?" tanya istrinya.
"Bukan dinda, perempuan tua itu bukan ibu kanda. Ibu kanda cantik dan kaya raya. Tidak seperti nenek yang miskin dan keriput itu," jawab Dampu Awang.
Lantas Dampu Awang membentak perempuan tua itu. Ia minta perempuan tua itu pergi darinya. Ia mengatakan tidak mempunyai ibu seperti nenek tua itu.
Perempuan tua itu bagai disambar petir. Kaget bukan kepalang diperlakukan seperti itu oleh anak kandungnya. Ia menangis terisak. Hatinya teriris-iris. Ia duduk bersimpuh. Berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa. "Ya Tuhan, kalau memang pemuda itu bukan anak hamba, biarkanlah dia pergi. Tapi, kalo dia putra hamba, berikanlah ia pelajaran karena telah menyakiti hati ibu kandungnya sendiri," pinta ibu Dampu Awang.
Pada saat itu, Dampu Awang dan rombongan meninggalkan pelabuhan. Tiba-tiba langit menjadi gelap. Angin bertiup kencang. Petir menyambar-nyambar. Disertai hujan yang sangat deras.
Kapal Dampu Awang terombang ambing di lautan. Dipermainkan oleh gelombang besar. Seluruh penumpang kapal panik dan ketakutan. Dalam kondisi tersebut terjadi keajaiban. Si ketut, burung kesayangannya bisa ngomong.
"Hai Dampu.... akuilah .... akuilah ibumu." Seru si ketut.
Dampu Awang masih berkeras tidak mau mengakui ibunya. Si ketut terus mendesak. Tiba-tiba angin puyuh datang. Kapal berada di pusaran angin. Terombang ambing. Tiba-tiba Dampu berteriak kencang.
"Ibuuuuu .... ibuuuuuu. Tolong aku. Ini anakmu." Namun nasi telah menjadi bubur. Tuhan telah murka kepadanya. Kapalnya terus berputar-putar di udara dan terlempar jatuh tertelungkup ke arah selatan. Konon, kapal itu menjadi sebuah gunung yang dikenal dengan nama Gunung Pinang yang terletak di Jln Raya Serang - Cilegon, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang.
Cerita ini intinya mirip dengan dengan Legenda Malin Kundang di tanah Minang Kabau. Yaitu anak yang durhaka kepada ibu kandungnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: