Kemudian, pemilik agunan ikut menandatangani perjanjian kredit dan pengikatan agunan serta menyerahkan surat pernyataan di atas materai yang isinya menyatakan bahwa agunan yang dijadikan jaminan kredit tidak sedang terkait dengan pihak manapun. "Lalu, menyerahkan surat pernyataan telah menyerahkan collateral fixed asset kepada Bank Banten," kata Leo.
Lalu syarat lain adalah membuka rekening escrow di Bank Banten yang digunakan untuk menampung pembayaran termin proyek dan rekening escrow. Pembayaran tersebut diketahui tidak diberikan kepada media penarikan berupa cek maupun bilyet giro. "Dan hanya dapat dilakukan penarikan atau pemindahbukuan berdasarkan surat yang diterima keabsahannya dari pihak Bank Banten," ucap Leo.
Leo mengungkapkan perbuatan Satyavadin dan Rasyid telah melakukan perbuatan yang melawan hukum dalam pemberian kredit tersebut. Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah terkait aset agunan yang dia gunakan oleh PT HNM kepada Bank Banten tidak ada yang terikat sempurna. "Serta aset piutang dan barang bergeraknya tidak difidusiakan," kata Leo.
Leo mengatakan, Bank Banten hanya menguasai dua sertipikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT HNM. Lima sertipikat lainnya yang diagunkan PT HNM ternyata dikuasai oleh PT Hudaya Maju Mandiri atau leasing. "(Dampaknya-red) ada 49 dump truck yang ditarik oleh PT Hudaya Maju Mandiri," kata Leo.
Lalu ada pembayaran pelaksanaan kredit ditransfer langsung ke rekening pribadi direktur PT HNM dengan dasar surat keterangan lunas yang dikeluarkan dealer alat berat. "Padahal, surat tersebut diduga palsu," ungkap mantan Kapus Penkum Kejagung tersebut.
Kemudian, mekanisme pembayaran terhadap kontrak kerja PT HNM dengan PT Waskita Karya tidak dilaksanakan melalui rekening escrow di Bank Banten. Sehingga Bank Banten, tidak dapat melakukan auto debet terhadap pembayaran termin proyek dan kredit menjadi macet. "Selain itu, penggunaan kredit di luar peruntukannya sesuai MAK dan perjanjian kredit," kata Leo.
Akibat dari perbuatan Satyavadin dan Rasyid tersebut, Bank Banten tidak dapat melakukan recovery dan eksekusi agunan. "Kredit juga dinyatakan macet, kemudian mengakibatkan kerugian negara Rp186 miliar," tutur Leo.