Semarak Festival dan Kearifan Tradisi di Pembukaan Seren Taun Kasepuhan Cisungsang
Syukur panen dan lestarikan tradisi Sunda di Seren Taun Kasepuhan Cisungsang-Dok. Istimewa-
Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana untuk menunjukkan kemampuan, tetapi juga sebagai cara untuk menumbuhkan rasa bangga generasi muda terhadap seni bela diri tradisional yang telah menjadi bagian penting dari budaya Sunda, khususnya di Kasepuhan Cisungsang.
Ritual Adat Rasul Pare di Leuit
Pada siang hari, sekitar pukul 14. 00 WIB, acara dilanjutkan dengan pelaksanaan ritual adat Rasul Pare di Leuit yang diadakan di Imah Gede Kasepuhan Cisungsang.
Ritual ini merupakan prosesi penting yang menjadi pembuka untuk perayaan Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang.
Prosesi ini dipimpin langsung oleh Ketua Adat Kasepuhan Cisungsang, Abah Usep Suyatma Sr. , dihadiri oleh perwakilan rendangan, para kokolot, serta perangkat adat.
Suasana berlangsung dengan sangat khidmat, di mana semua peserta mengikuti prosedur adat yang sudah diwariskan dari generasi ke generasi.
Kang Ewang, salah seorang anggota Lembaga Adat Kasepuhan Cisungsang, menjelaskan bahwa Rasul Pare di Leuit berisi nasihat dan petunjuk dari Abah untuk masyarakat, khususnya mengenai kehidupan pertanian.
Abah menekankan agar para petani tetap menjalankan tata cara bercocok tanam yang sesuai dengan adat, serta pentingnya hidup harmonis dengan alam.
Selain itu, Kang Ewang menjelaskan bahwa dalam ritual ini, para perwakilan rendangan juga menyampaikan laporan tentang panen padi, baik dari sawah maupun ladang, termasuk kendala yang dihadapi selama proses tanam.
Laporan ini berfungsi sebagai evaluasi bersama dan memperkuat solidaritas di antara masyarakat adat.
Ritual Rasul Pare di Leuit memiliki makna mendalam bagi masyarakat Kasepuhan Cisungsang.
Leuit (lumbung padi) diartikan sebagai simbol kesejahteraan dan keberlangsungan hidup.
Dengan memasukkan padi hasil panen ke dalam leuit, masyarakat percaya akan adanya restu dan berkah dari para leluhur agar hasil panen tetap terjaga, memenuhi kebutuhan, dan memberikan kebaikan bagi semua warga kasepuhan.
Ritual ini juga menjadi pengingat bahwa bertani bukan sekadar mengolah tanah, tetapi juga menyangkut pengabdian kepada alam, leluhur, dan Tuhan.
Dengan demikian, generasi muda diharapkan memahami pertanian sebagai lebih dari sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga sebagai identitas budaya yang harus dilestarikan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
