Generasi yang Terjebak Zaman: Benarkah Masa Depan Gen Z Sedang dalam Ancaman?
Ilustrasi GenZ -Pinterest/ Peggy Luna-
INFORADAR.ID- Di tengah arus perubahan zaman yang serba cepat, Generasi Z mereka yang lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an dihadapkan pada tantangan yang belum pernah dialami generasi sebelumnya.
Meski mereka dikenal sebagai generasi paling terdidik dan paling akrab dengan teknologi, tak sedikit yang melihat bahwa masa depan Gen Z justru berada di ujung tanduk.
Berbagai tekanan sosial, ekonomi, hingga krisis identitas menjadi bayang-bayang yang menghantui masa depan generasi ini.
Lahir di tengah revolusi digital, Gen Z tumbuh dalam lingkungan yang terhubung 24 jam sehari.
BACA JUGA:Protes Berujung Pemecatan, 92 Pekerja PT Bungasari di PHK Usai Mogok Kerja
BACA JUGA:Mahasiswa KKN UNIBA buat Program KerjaPerbaikan Jalan, Jadi Simbol Harapan Warga
Dari usia yang sangat muda, mereka sudah terbiasa berinteraksi dengan teknologi, menyerap informasi dalam jumlah besar, dan hidup dalam dunia virtual yang seolah tanpa batas.
Namun di balik kemampuan adaptasi yang tinggi, tersembunyi kelelahan mental yang mendalam.
Banyak dari mereka yang merasa terus-menerus diawasi, dibandingkan, bahkan dinilai hanya dari apa yang mereka tampilkan di layar ponsel.
Kehidupan pribadi dan identitas diri menjadi kabur karena tekanan untuk tampil sempurna di dunia maya.
BACA JUGA:Tanpa sadar Gen Z Kehilangan Masa Muda: Antara Distraksi Digital dan Krisis Arah Hidup
BACA JUGA:Viral! Kisah Cinta dan Keseimbangan Pasangan 90 Tahun yang Bikin Rian Farhadi Terkesima di China
Di sisi lain, tantangan ekonomi juga semakin memperparah situasi.
Banyak anak muda dari generasi ini yang merasa masa depan mereka tidak secerah generasi sebelumnya.
Harga rumah yang melambung, lapangan kerja yang makin sempit, hingga biaya hidup yang tak sebanding dengan pendapatan menjadi beban tersendiri.
Tak jarang mereka merasa bekerja keras pun tak menjamin keamanan finansial. Harapan untuk bisa hidup mapan seperti orang tua mereka terasa seperti mimpi yang makin jauh.
Krisis iklim dan ketidakpastian politik global turut memperkuat perasaan pesimis.
Gen Z dibesarkan dalam narasi bahwa bumi sedang menuju kehancuran, bahwa perubahan tidak terjadi cukup cepat, dan bahwa mereka harus memperbaiki kesalahan yang bukan mereka ciptakan.
Hal ini menciptakan semacam beban moral kolektif yang membuat banyak dari mereka merasa bersalah hanya karena “hidup” di zaman ini.
Namun, menyebut Gen Z sebagai generasi yang “terkutuk” atau “tanpa harapan” tentu terlalu menyederhanakan kenyataan.
Justru di tengah berbagai tekanan itulah muncul benih-benih kesadaran, kreativitas, dan keinginan untuk berubah.
Mereka adalah generasi yang berani bersuara, memperjuangkan keadilan sosial, menantang sistem yang kaku, dan membangun komunitas yang lebih inklusif.
Mereka mungkin tumbuh dalam badai, tapi banyak dari mereka sedang belajar menari di tengah hujan.
Yang dibutuhkan saat ini bukanlah pelabelan negatif, melainkan ruang untuk tumbuh dengan cara mereka sendiri.
Dunia yang semakin kompleks seharusnya menjadi alasan untuk lebih memahami, bukan menghakimi.
Karena bila diberi kepercayaan, akses yang setara, dan sistem yang mendukung, Gen Z tak hanya bisa bertahan mereka bisa memimpin dunia ke arah yang jauh lebih baik
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
