INFORADAR.ID – Akhir-akhir ini, adanya isu pelarangan mengenakan jilbab bagi anggota Paskibraka oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), menjadi topik perbincangan yang hangat.
Dalam konteks negara demokrasi, kebebasan berekspresi adalah salah satu hak asasi manusia(HAM) yang paling fundamental dan menjadi pilar utama sistem demokrasi.
Tindakan melarang atau memaksa seseorang terkait pilihan berbusana, khususnya jilbab, dapat dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap HAM.
Alexis de Tocqueville, dalam bukunya "Democracy in America," menekankan bahwa kebebasan berekspresi adalah komponen esensial dari demokrasi yang sehat.
BACA JUGA:Tips Membangun Percakapan Dengan Metode Pingpong, Cobain Biar Gak Mati Topik
BACA JUGA:Pipi Kecil Jadi Impian, 5 Cara Alami Mengecilkan Pipi
Kebebasan ini harus menjadi hak setiap individu dalam bernegara, termasuk dalam hal pilihan berbusana yang mencerminkan keyakinan pribadi.
Sejak tahun 2002, anggota Paskibraka tidak lagi diwajibkan untuk tidak memakai hijab. Tahun tersebut menjadi momen bersejarah ketika Amelia Ivonila Ilahude, perwakilan dari Aceh, yang menjadi pelopor Paskibraka di Istana Negara yang mengenakan hijab. Sejak saat itu, penggunaan hijab oleh anggota Paskibraka menjadi hal yang diperbolehkan.
Sila kedua Pancasila, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," memiliki kaitan erat dengan HAM. Sila ini menekankan pentingnya memperlakukan setiap individu dengan adil, menghormati martabat manusia dan memastikan bahwa setiap orang diperlakukan secara manusiawi tanpa diskriminasi.
Prinsip ini menggarisbawahi penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, yang merupakan inti dari prinsip-prinsip HAM.
Pancasila juga menjamin kebebasan hak pribadi setiap individu. Setiap tindakan pemaksaan dapat dikenai Pasal 335 KUHP, yang mengatur tentang "perbuatan tidak menyenangkan" atau "pemaksaan" yang dilakukan seseorang terhadap orang lain.
Apabila seseorang dengan sengaja memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya, dapat dikenai hukuman pidana.
BACA JUGA:RM BTS Rilis Lagu Baru Kolaborasi dengan Megan Thee Stallion 6 September Mendatang
BACA JUGA:Pendaftaran CPNS Kementerian Agama 2024 Resmi Dibuka, Download Pdf Rincian Formasinya di Sini
Langkah-Langkah jika menjadi korban pemaksaan adalah dengan mengumpulkan bukti-bukti relevan, seperti saksi, rekaman atau dokumen yang menunjukkan adanya pemaksaan.
Bukti ini akan memperkuat laporan Anda dan membantu pihak berwenang dalam melakukan investigasi. Jika pemaksaan disertai dengan ancaman atau kekerasan, segera catat detail kejadian tersebut.
Setelah bukti terkumpul, laporkan kasus tersebut ke kepolisian. Laporan dapat dilakukan dengan datang langsung ke kantor polisi terdekat atau melalui layanan pengaduan online jika tersedia.
Saat melapor, pastikan untuk memberikan keterangan yang jelas dan kronologis kejadian, serta menyerahkan bukti yang telah dikumpulkan.
Penting juga untuk mencatat nomor laporan yang diberikan oleh polisi sebagai referensi untuk tindak lanjut.
Setelah laporan diterima, pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sebagai pelapor atau korban, Anda memiliki hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
Jika diperlukan, Anda juga bisa meminta perlindungan hukum atau pendampingan dari lembaga bantuan hukum atau organisasi yang bergerak di bidang HAM.
BACA JUGA:Curug Leuwi Bumi Tempat Camping Terbaik di Pandeglang, Ini Rincian Harga Tiketnya
BACA JUGA:Salah Satu Karakter One Piece Ini Dikonfirmasi Memiliki Haki