Biyan mencium bau busuk. Sangat menyengat. “Astaghfirullahalazim!” Biyan sedikit berteriak.
“Mangane mengko digawekke anakku (Makannya nanti dibuatkan anakku),” kata ibu berwajah mengerikan itu lirih. Dia masih mengelus-elus rambut di samping kanan lehernya dengan tangan kiri. Tangan kanannya menunjuk sosok hitam besar di sampingnya.
Biyan balik kanan. Dia berjalan cepat menghampiri Pak Wawan.
“Ayo, Pak, balik ning bus meneh (Ayo, Pak, balik ke bus lagi),” ajak Biyan.
“Sik lah, sak batang meneh (Tar dulu lah, satu batang lagi),” Pak Wawan menolak. Dia mau menghabiskan rokoknya dahulu.
“Pak, iki ora warung biasa. Iki ora warung temenan, Pak. Iki warung jin. Iki warung jin, Pak! Ayo balik ning bus meneh (Pak, ini bukan warung biasa. Ini bukan warung sebenarnya. Ini warung jin. Ini warung jin, Pak! Ayo balik ke bus lagi),” desak Biyan.
“Warung jin opo to. Wis lah, bar iki paling dikei mangan. Tunggu sedelok meneh lah (Warung jin apa sih. Sudah lah, habis ini paling dikasih makan. Tunggu sebentar lagi lah),” Pak Wawan tidak percaya.
Tiba-tiba, dua pintu warung di kanan dan kiri menutup sendiri. Biyan dan Pak Wawan berusaha membukanya. Tapi tidak bisa.
Pak Wawan mulai ketakutan. Dia berjalan ke belakang warung. Dia bermaksud meminta bantuan ibu pemilik warung dan remaja laki-laki itu untuk membukakan pintu warung.
Di dapur warung, Pak Wawan melihat pemandangan yang belum pernah dia saksikan. Sosok hitam, tinggi, dan besar berjalan menghampirinya.
Ibu pemilik warung juga sama. Menghampiri Pak Wawan dengan wajah aslinya. Kakinya tidak menyentuh tanah. Melayang.
Pak Wawan panik. Dia berlari ke depan warung lagi. Bersama Biyan, Pak Wawan mendobrak pintu warung. Sekuat tenaga. Pintu tetap tidak terbuka.
Pak Wawan lalu memecahkan kaca jendela menggunakan asbak. Kaca jendela ini berada di antara kedua pintu.
Kaca pecah. Pak Wawan dan Biyan meloncat keluar. Kaki Pak Wawan robek tersayat oleh pecahan kaca. Darah mengucur.
Biyan berlari. Namun, dia balik lagi ketika melihat Pak Wawan tertatih-tatih. Pak Wawan tidak bisa berlari kencang. Dia kesakitan.
Saat balik menghampiri Pak Wawan, Biyan melihat ibu pemilik warung berdiri di depan kaca warung yang pecah. Menyeringai sambil mengelus-elus rambutnya. Sosok hitam, tinggi, dan besar berdiri di sampingnya.