Bus Lebaran Mogok di Alas Roban, Nyaris Makan di Warung Setan

Kamis 14-07-2022,16:39 WIB
Reporter : Agus Priwandono
Editor : Agus Priwandono

Tiga puluh menit berlalu. Makanan yang dipesan belum juga diantar. 

Biyan beranjak dari duduknya. Dia hendak menanyakan pesanannya. 

Di dapur warung, Biyan tidak melihat ibu itu sibuk menyiapkan makanan. Ibu itu hanya berdiri. Wajahnya menghadap ke tembok.  

Di samping ibu itu, remaja laki-laki yang sebelumnya berpapasan dengan Biyan juga berdiri. Ikut mematung. Menghadap ke tembok. 

“Bu, kok dereng didamel? Sampun luwe niki (Bu, kok belum dibuat? Sudah lapar nih),” tanya Biyan. 

Ibu itu meraih rambutnya yang terurai di belakang. Menarik rambutnya ke samping kanan leher. Lalu, mengelus-elus rambutnya.  

“Pengen mangan, Mas? (Pengen makan, Mas?)” tanya ibu itu. Kepalanya digoyangkan pelan. Ke kanan dan kiri.    

“Inggih, Bu (Iya, Bu),” jawab Biyan. 

Wanita ini membalikkan badannya. Menatap Biyan. Matanya cuma 1. Sebelah kanan. Mata kirinya rusak. Hancur berdarah-darah. 

Dia tidak memiliki hidung. Mulutnya lebar. Seperti robek sampai ke kuping kanan dan kiri. Dia menyeringai. Taringnya mencuat. 

“Kowe pengen mangan, Mas? Bar iki digawekke (Kamu pengen makan, Mas? Habis ini dibuatkan),” katanya sambil mengelus-elus rambutnya. 

“Astaghfirullah!” seru Biyan.  

Sedetik kemudian, remaja laki-laki di samping ibu itu ikut membalikkan badannya. Sarung yang melilit pinggangnya terlepas. 

Kedua kaki remaja laki-laki itu tidak kelihatan. Tertutup oleh bulu-bulu yang sangat lebat. Hitam dan panjang.  

Badan kurus remaja laki-laki itu perlahan berubah. Membesar. Menjadi hitam. Berbulu lebat. Kepalanya hampir menyentuh langit-langit warung. 

Matanya menjadi merah menyala. Menatap Biyan dengan tajam. Mulutnya menyeringai. Bertaring. 

Kategori :