Diskusi Novel Yuni, Merespon Maraknya Kekerasan Terhadap Perempuan di Banten

Diskusi Novel Yuni, Merespon Maraknya Kekerasan Terhadap Perempuan di Banten

Pembicara dan peserta diskusi Novel Yuni di Perpustakaan Untirta-Daru-

INFORADAR.ID - Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di beberapa wilayah di Provinsi Banten, mendapat respon dari berbagai kalangan, salah satunya dari dunia pendidikan.

Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa meresponnya dengan menggelar diskusi novel Yuni karya Ade Ubaidil, yang diadaptasi dari skenario film berjudul sama karya Sutradara Kamila Andini, Rabu 6 Maret 2024.

Novel yang mengisahkan tentang remaja wanita asli Serang bernama Yuni, yang berani mengambil sikap atas berbagai tekanan dari orang-orang yang berusaha mengintimidasinya sebagai wanita.

Seperti adegan ketika Yuni menolak lamaran Mang Dodi, seorang pria berusia jauh di atasnya, dengan iming-iming sejumlah uang bernilai puluhan juta, hingga akhirnya Yuni memutuskan untuk mengorbankan kesuciannya agar tidak jadi dinikahi. 

Sebuah kenyataan pahit yang terpaksa ia lakukan agar dirinya terbebas dari bayang-bayang menakutkan menikah di usia muda.  

Faktanya, kisah di Novel Yuni juga banyak dialami oleh perempuan dan anak di Provinsi Banten. Berdasarkan data Komnas PA Provinsi Banten, tahun 2023 telah mendampingi dan memproses 72 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Terdiri dari kasus kekerasan fisik, psikis, mental, hingga pencabulan.

Penulis novel Yuni Ade Ubaidil mengatakan, sudah saatnya untuk stop berpikir bahwa kekerasan terhadap perempuan (maupun laki-laki), dalam hal ini KDRT, hanya tanggung jawab personal.

Justru hal tersebut seharusnya menjadi fokus pemerintah untuk memberikan penanganan yang serius, termasuk masyarakat di tempat terjadinya kekerasan.

"Khususnya laki-laki, berhenti berpikir bahwa gendernya berkuasa di atas perempuan dalam hal apa pun," ujarnya.

Sementara itu, Aktivis Perempuan Kota Serang Erni Kurniati menilai, masyarakat sudah harus mengubah mindset tentang nasib perempuan yang hanya akan berujung di dapur dan kasur.

"Perempuan berhak memilih jalan hidupnya sendiri," kata Erni yang juga menulis buku Kontra Ekstremisme di Indonesia.

Menurutnya, perlu ada kolaborasi mulai dari keluarga hingga pemangku kepentingan untuk mengedukasi pentingnya kesadaran terkait menghormati hak-hak manusia, terutama bagaimana memperlakukan perempuan. 

"Saya menganggap pengarusutamaan gender menjadi topik penting mulai dari tingkat keluarga hingga nasional untuk menjadi dasar di setiap aspek kebijakan. Hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender di masyarakat," pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: