Disway Award

Waduh, Ternyata Utang Kereta Cepat Whoosh Bikin KAI Kewalahan

Waduh, Ternyata Utang Kereta Cepat Whoosh Bikin KAI Kewalahan

Kereta cepat Whoosh-website kcic.co.id -

Sebagian besar pendanaan proyek kereta cepat Whoosh berasal dari pinjaman luar negeri, disertai penyertaan modal pemerintah melalui APBN serta investasi dari konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan mitra dari Tiongkok.

2. Pemerintah Tegas Tolak Gunakan APBN untuk Menutup Utang

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan lagi menggunakan dana APBN untuk menalangi utang kereta cepat Whoosh. 

Ia menilai tanggung jawab pelunasan kini berada di bawah Danantara, lembaga yang bertugas mengelola seluruh aset BUMN.

“KCIC berada di bawah Danantara, jadi mereka harus bisa mengatur keuangan dan kewajibannya sendiri,” ujar Purbaya di Bogor.

Menurutnya, Danantara memiliki potensi pendanaan dari dividen BUMN yang setiap tahun mencapai lebih dari Rp 80 triliun. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencicil pembayaran utang tanpa membebani keuangan negara atau menggunakan uang pajak masyarakat.

Selain itu, Purbaya menjelaskan bahwa dividen BUMN kini tidak lagi masuk ke kas negara melalui PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). 

Kebijakan ini dibuat agar pengelolaan korporasi pelat merah menjadi lebih efisien dan terpisah dari keuangan pemerintahan.

BACA JUGA:Menteri Keuangan Belum Tahu Soal Rencana Pembangunan Pondok Pesantren dari APBN

BACA JUGA:Film Pangku Karya Reza Rahadian, Potret Perjuangan Perempuan di Jalur Pantura

3. Upaya Mencari Jalan Tengah atas Beban Utang Whoosh

Hingga kini, solusi untuk menyelesaikan utang kereta cepat Whoosh masih terus dibahas antara pemerintah, Danantara, dan para pemegang saham KCIC. 

Presiden terpilih Prabowo Subianto juga dikabarkan meminta agar dicarikan skema pembayaran yang tidak menambah beban APBN namun tetap menjaga keberlangsungan operasional proyek.

Harapannya, proyek kereta cepat Whoosh dapat segera memberikan manfaat ekonomi yang sepadan dengan investasi besar yang telah dikeluarkan. 

Tanpa manajemen keuangan yang matang, risiko kerugian berkelanjutan dikhawatirkan akan menekan kinerja BUMN di masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: