Suhendi menambahkan, maksud dia menyuntikkan obat tersebut agar korban lemas. Ia mengaku takut dengan korban sehingga memilih untuk membuat lemas terlebih dahulu.
"Saya berinisiatif nyuntik itu supaya Kades itu lemas. Badan saya kecil, badan dia besar, nanti saya bisa kalah duluan," kata Suhendi.
Mantri Suhendi mengaku, setelah korban lemas, dia ingin memukuli korban. Bamun, lanjut Sugendi, setelah disuntik, korban malah kejang. "Saya syok. Saya kaget. Saya minta tolong warga untuk dibawa ke puskesmas," kata Suhendi dengan mata berkaca-kaca.
Terkait obat yang disuntikkan ke punggung Kades Curuggoong, Suhendi mengaku ada dua jenis obat yang diambilnya dari rumah sakit. Yaitu rocuronium dan diphenhydramine. "Saya ambil obat di rumah sakit, enggak mencuri. Hanya 5 cc (obat yang diambil-red)," ungkap Suhendi.
Sementara itu, Kasubbid Toksikologi Forensik Puslabfor Pilri Kompol Faizal Rachmad mengatakan, dari hasil pemeriksaan ahli Puslabfor Bareskrim Polri, jenis cairan obat yang disuntikkan mantri RSUD Banten Suhendi bukan diphenhydramine melainkan rocuronium. "Iya positif rocuronium," ujar Faizal.
Kata Faizal, obat yang disuntikkan ke tubuh korban tersebut merupakan obat bius. Namun yang disuntikkan ke tubuh Kades kemungkinan melebihi dosis, sehingga overdosis. "Obat tersebut harus digunakan oleh dokter spesialis, tidak boleh oleh mantri," kata Faizal.
Faizal mengemukakan, efek penggunaan efek obat rocuronium telah bersesuaian dengan kondisi korban setelah disuntik pelaku. Efek samping dari obat tersebut berupa kejang, kehilangan kesadaran bahkan mengeluarkan busa pada bagian mulut apabila melebihi dosis yang ditentukan.
"Ini cocok dengan fakta yang di lapangan (efek samping dari obat bius-red). Bahwa busa dari mulutnya itu overdosis akibat dari obat yang masuk dalam tubuh terjadi penolakan (dalam tubuh-red)," ungkap Faizal.