Jika korbannya balik menyerang dengan bantuan orang pintar, kendi milik Ria akan pecah. Satu per satu.
Kalau ke-5 kendi ini pecah semua, nyawa Ria bisa melayang. Terkena santetnya sendiri yang dibalikkan oleh korban Ria.
“Ketika gue ngerjain orang Bali, kendi gue pecah satu. Gue panik karena selama ini belum pernah ada yang pecah. Aman-aman saja,” katanya.
Ria langsung membalas. Dia mengirimkan buhul kepada orang yang membalikkan santetnya. Tentu dengan cara gaib.
Buhul yang Ria kirim berupa bungkusan kain kafan berisi tanah kuburan, silet, bayi tikus, kalajengking, dan benda-benda lain.
Ria lalu menunggu. Ke-5 kendinya tidak ada yang pecah. Aman baginya.
Pelajaran ini bertambah Ketika Ria mendapat order untuk menyantet orang Kalimantan. Awal mengirimkan santet, tidak terjadi apa-apa pada kendinya. Tiga hari lewat. Aman.
Nah, hari keempat setelah mengirimkan santet, Ria mendapat serangan balik. Satu kendinya meledak. Pecah berantakan.
Tak sampai 5 menit, kendi kedua meledak. Hancur.
Salah satu asisten Ria menyampaikan kabar tentang itu. Ria bergegas masuk ke dalam kamar praktiknya.
Ketika akan melakukan ritual untuk mengirimkan buhul, Ria diserang. Dadanya seperti ditendang oleh makhluk tak kasatmata. Keras. Ria pingsan.
Saat siuman, Ria merasa tubuhnya seperti dibakar. Dalam penglihatannya, tubuh dan area sekelilingnya terbakar. Oleh api yang besar.
Ria lalu melihat seorang lelaki paruh baya berdiri tak jauh darinya. Lelaki ini tidak mengenakan pakaian. Hanya mengenakan kain atau celana pendek. Mengenakan anting panjang. Tubuhnya penuh tato.
Kepada Ria, lelaki ini bilang bahwa Ria harus menerima balasan karena telah mencelakai keturunannya. Apa yang dikirim Ria harus dia kembalikan.
Tapi lelaki paruh baya ini masih memberikan kesempatan bagi Ria. “Dia bilang, kalau elu mau, elu harus tobat. Dia pakai Bahasa Melayu,” jelas Ria.
Ria menolak. Dia berkeyakinan masih mampu mengatasi serangan balik dari orang Kalimantan yang dia santet.