Dijelaskan Shinto, sesuai dengan fakta hukum yang dikumpulkan penyidik diketahui modus para tersangka dalam melakukan korupsi. "Pertama memalsukan SK Bupati Nomor 539 untuk pengadaan lahan yang awalnya di Desa Mekarbaru, namun karena ada penolakan warga kemudian lokasi diubah ke Desa Nagara Padang," kata Shinto.
Lalu sambung Shinto, terdapat mark up atau kemahalan harga pengadaan lahan. Dalam kasus tersebut terdapat mark up melebihi 300 persen dari harga yang dibayarkan kepada pemilik tanah. "Lahan tersebut dibeli Rp330 juta kepada pemilik lahan, padahal pembayaran oleh Pemda Serang sebesar Rp1,347 miliar. Terdapat kerugian negara Rp1,01 miliar untuk lahan seluas 2.562 meter persegi," kata Shinto.
Shinto mengungkapkan, transfer uang untuk pembebasan lahan tersebut tidak masuk ke rekening para pemilik lahan melainkan Kepala Desa Nagara Padang Toton. "Transfer uang tidak kepada pemilik lahan namun melalui anggota sindikasi tersangka yang menjabat sebagai kepala desa," ungkap Shinto.
Pemilik lahan sambung Shinto, juga tidak pernah dilibatkan dalam tahapan sosialisasi pembebasan lahan. Informasi pembebasan lahan tersebut sengaja ditutup untuk para pemilik lahan. "Pemilik lahan hanya tampil saat penandatanganan peralihan hak atas bidang tanah di kantor desa dan di kantor camat," kata Shinto.
Dijelaskan Shinto, para tersangka bekerja secara sindikasi. Adanya mark up kemahalan harga tersebut diketahui Budi, Toto dan Asep. "Mereka mengetahui adanya mark up tersebut," ujar Shinto didampingi Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten Komisaris Polisi (Kompol) Dony Satria Wicaksono.
Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten Kompol Dony Satria Wicaksono menambahkan, dalam kasus tersebut penyidik telah melakukan penyitaan terhadap dokumen dan uang tunai Rp300 juta. "Uang tersebut dikembalikan keempat tersangka," kata Dony.
Ia menuturkan, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Ancaman pidana empat sampai 20 tahun penjara, dan denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar," tutur pria asal Karawang, Jawa Barat tersebut. (Fahmi Sa'i)