Viral Hastag KaburAjaDulu, Alumni UIN Banten Ini Pilih Kerja di Australia

Mohammad Arif Baehaqi, alumni UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten yang memilih bekerja di Australia.-Arif-
INFORADAR.ID - Hastag KaburAjaDulu yang viral di kalangan milenial dan Gen Z, sebagai bentuk kekecewaan terhadap ketidakbecusan negara mensejahterakan rakyatnya, juga dilakukan oleh alumni UIN Sultan Maulana Hasanudin, Mohammad Arif Baehaqi.
Arief yang lulus kuliah pada 2020, merasa jengah dengan sistem perekrutan tenaga kerja di Provinsi Banten yang sarat akan nepotisme dan percaloan, serta banyak keborokan lainnya di tubuh pemerintahan korup, memilih kabur ke Kota Tasmania, Longford, Australia pada 2024.
Ia bekerja di Tasmania Quality Meat, salah satu Meat Factory di Tasmania, Longford, Australia. Perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan daging domba yang diekspor ke beberapa negara di timur tengah maupun eropa.
Ia bekerja di departemen Slaughter sebagai junior trimmer. Pekerjaannya memotong dan membersihkan kotoran-kotoran yang menempel di daging domba sebelum kemudian diproses ke chiller dan disimpan ke freezer.
Arif menjelaskan, ada 2 tipe pekerja di sana, full time worker dan casual worker yang masing-masingnya mendapatkan upah per-jam. "Saya adalah casual worker, rate saya masih di $29.33 per-hour," jelasnya.
BACA JUGA:Anak Muda Indonesia Ramai Serukan #KaburAjaDulu
Hastag KaburAjaDulu Bagi Arif
Alumni Pendidikan Bahasa Inggris UIN Banten itu menilai, Hastag KaburAjaDulu merupakan sebuah trend yang terintegrasi atas kegelisahan milenial/gen z yang sengaja disuarakan atas dasar kekecewaan personal maupun kolektif karena kompetensi, kreativitas dan integritas tidak terfasilitasi dengan layak di Indonesia.
"Ditambah lapangan pekerjaan yang sulit dengan kualifikasi rumit, yang menuntut kesempurnaan dalam segala aspek, kemudian sarat akan praktik suap dan nepotisme juga standar upah yang relatif rendah. Bisa mencukupkan tapi tidak mensejahterakan, menjadi alasan kuat fenomena ini muncul," katanya.
Hal ini pun, lanjut Arif, bisa diinterpretasikan sebagai bentuk perlawanan dan distrust generasi muda potensial yang muak dengan sistem politik di dalam negeri yang cenderung korup dan merampas kesejahteraan publik, yang berimbas pada tertutupnya peluang-peluang karir bagi generasi emas dan diambil alih orang-orang titipan yang memiliki privilege tertentu.
"Mending kerja di luar negeri, membuka peluang karir internasional. Selain juga mengembangkan skill dan jaringan agar bisa terkoneksi lebih dekat dengan persaingan kerja di mancanegara. Juga merupakan peluang baik untuk berinvestasi jangka panjang di mana apresiasi terhadap pekerja maupun pelajar terjalin baik di Australia," ungkapnya.
Suka Duka Bekerja di Australia
Arif mengaku, keuntungan bekerja di Australia ialah peluang kerja terbuka lebar. Tidak ada kualifikasi ketat seperti di Indonesia, bahkan tidak ada batasan umur yang ekstrim seperti di Indonesia, melihat kakek-nenek masih bekerja itu pemandangan biasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: