Perjuangan Nisa Sri Wahyuni, Anak Pembantu Rumah Tangga, Gagal 7 Kali, Akhirnya Raih Beasiswa LPDP

Perjuangan Nisa Sri Wahyuni, Anak Pembantu Rumah Tangga, Gagal 7 Kali, Akhirnya Raih Beasiswa LPDP

Percobaan ke delapan di LPDP menjadi titik terangnya yang menghantarkan perempuan berhijab ini menuju Imperial College London. (Foto : --- Dokumentasi Pribadi)--

Nisa Sri Wahyuni adalah wanita baja. Perjuangannya sungguh luar biasa. Ulet, tak kenal menyerah. Setelah lulus S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia (UI), ia berjuang mendapatkan beasiswa untuk S2-nya. 

Ia sadar, ibunya yang hanya pembantu rumah tangga dan ayahnya yang seorang penjaga sekolah atau satpam tak mungkin bisa membiayainya. 

Di sinilah keuletan dan perjuangan Nisa, panggilan akrab Nisa Sri Wahyuni, teruji. Ia berburu beasiswa. Gagal. Kemudian mencoba lagi dan gagal lagi. Hingga 7 kali.

Baru yang ke delapan, akhirnya keberuntungan menghampirinya. Dan, tidak tanggung-tanggung, ia berhasil meraih beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). 


Keluarga merupakan tiang penopang utama bagi Nisa dalam menjalani hari-harinya.  (Foto : --- Dokumentasi Pribadi)--

Inilah kisah perjalanan Nisa Sri Wahyuni yang ditulis oleh Irfan Bayu dari Media Keuangan, Kementerian Keuangan RI: 

Nisa Sri Wahyuni merupakan salah satu anak bangsa yang berhasil menyelesaikan studi S2-nya di Imperial College London, Inggris. Siapa sangka jalan yang dilaluinya tidak semulus yang orang pikirkan. Total tujuh kali dia harus menemui kegagalan, sebelum akhirnya dia berhasil menjadi salah satu penerima beasiswa atau awardee LPDP.

Berjuang Mencari Peluang

Lahir di keluarga sederhana tidak membatasi perempuan yang dipanggil akrab Nisa untuk bermimpi menjadi dokter. Kata-kata Soekarno, "Gantungkan cita-citamu setinggi langit maka jika kau terjatuh, kau akan jatuh di antara bintang-bintang”, sangat cocok dengan kehidupan pendidikan Nisa.

Meski akhirnya tidak sesuai dengan mimpinya untuk menjadi dokter karena keterbatasan biaya, Nisa berhasil masuk jurusan kesehatan masyarakat di Perguruan Tinggi melalui jalur Bidikmisi. Universitas Indonesia menjadi persinggahan Nisa dalam mencapai mimpinya.

Tak tanggung-tanggung, dia berhasil menyelesaikan pendidikannya hanya dalam waktu 3,5 tahun saja, waktu yang cukup singkat untuk jurusan tersebut. Jalur Bidikmisi yang ia ambil cukup meringankan beban kedua orang tuanya. Nisa yang memang sedari awal mengincar beasiswa untuk kuliahnya berlanjut sampai dia lulus dan mencari tempat singgah selanjutnya untuk belajar. Yang ia tuju pertama adalah LPDP. "Setelah lulus S1-pun akhirnya exposure yang paling banyak di diri aku itu adalah beasiswa LPDP", jelas Nisa.  

Perjalanannya untuk bisa menjadi awardee LPDP tidak mudah. Pertama kali ia mencoba di tahun 2017, ia harus dihadapkan dengan kegagalan karena nilai IELTS-nya yang tidak memenuhi syarat. Tak patah arang, dia kembali mencoba berbagai beasiswa lainnya, namun hasilnya masih belum beruntung. Total tujuh beasiswa telah dicobanya dengan hasil yang sama.

"Tapi memang aku tipikal yang kalau sudah berusaha, (akan) terus sampai bener-bener limit gitu. Jadinya aku tidak menyesali apa yang sudah aku perjuangkan selama dari lulus 2017 itu. Dan Alhamdulillah dikasih di akhir 2018," terang Nisa.


Itulah yang ia rasakan saat ini ketika bekerja  sebagai salah satu konsultan bagi World Health Organization (WHO). Dia mendalami  keilmuannya tentang imunisasi, vaksinasi, dan surveilans. (Foto : --- Dokumentasi Pribadi)--

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: