Elegi Kasih Ibu

Elegi Kasih Ibu

--

Keesokan harinya, tepanya pukul 06.10 menit Rindu menelpon Naya namun tidak diangkat-angkat, karena memang Naya sedang memasak di dapur. 

“5 panggilan tak terjawab dari Tasik” sontak Naya.

Akhirnya, Nayapun menelepon kembali Rindu. Namun bergantian rindupun tak menyahut panggilan dari Naya. Beberapa menit kemudian Nayapun kembali menelepon, dan akhirnya Rindupun mengangkatnya. Terdengar hanya menyebut  teteh  dengan nada lirih serta  isakan tangis histeris Rindu. 

“Neng, kenapa neng? Coba tenangkan dulu”

“Tee…h, ema teh”

“Iya..iya… ada apa sayang”

“Ema udah ga ada” (Berkata terbata-bata)”

“Innalillahi wa Inna Ilaihi rojiun”

“Tee..h, kenapa cobaan ini ga berhenti-henti menimpa keluarga kita ya”

Neng yang kuat dan tabah, Allah lebih sayang ema dan ayah. Itu sudah bagiannya, kita doakan saja ema dan ayah diterima iman islamnya”

Rindupun kembali menangis terisak. Nayapun terus menguatkan Rindu dan menyudahi percakapannya.

Empat hari setelah kepergian Ema. Naya dan suami serta Ibu berangkat menuju Tasik.

Perjalanan dari Cilegon ke Tasik membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam. Nayapun mengabarkan kepada Rindu bahwa akan takziah ke Tasik sambil Ziarah ke Makam Ema. Sesampainya di sana semua saudara berkumpul menyambut kedatangan Naya, suami dan Ibu Naya dengan pelukan hangat serta cucuran airmata yang tiada henti.  Sangat sedih karena tanah merah masih basah dan kini kembali berduka lagi. Akhirnya semua saudara mempersilakan masuk dan berbincang-bincang. Naya sempat kaget melihat rindu yang perutnya kembali membuncit.

“Neng, Hamil lagi”

“Iya teh hehehehe…”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: