Fakta Ratusan Lokasi Kumuh di Pandeglang yang Masih Belum Ditangani
Kepala DPKPP Pandeglang-Dok. Istimewa-
“Dari total hampir 299 hektare, pusat menangani sekitar 77 hektare, provinsi 120 hektare, dan kabupaten sekitar 110 hektare. Semua bisa diintervensi, tetapi tidak semua indikator ada di bawah tanggung jawab kami,” ucapnya.
Menurut Roni, alasan terjadinya kumuh di wilayah tersebut bervariasi, mulai dari sistem drainase yang kurang memadai, kepadatan permukiman yang tinggi tanpa dukungan akses jalan yang layak, hingga minimnya fasilitas lingkungan yang tersedia.
Ia juga menambahkan, hambatan utama dalam penanganan kawasan kumuh adalah terbatasnya kewenangan.
Dari tujuh indikator kekumuhan, DPKPP hanya memiliki kewenangan penuh atas penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).
Sedangkan empat indikator lainnya, seperti air bersih dan sanitasi berada di bawah Dinas Cipta Karya, pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup, dan perlindungan kebakaran di BPBD.
BACA JUGA:Sambut Libur Nataru, Anyar-Cinangka Perkuat Kesiapan Destinasi Wisata
BACA JUGA:Cuaca Buruk Mengintai Pandeglang saat Nataru, Wisatawan Diminta Tetap Waspada
“Indeks pengurangan kekumuhan tidak tercapai karena empat indikator tersebut memerlukan kolaborasi. Kami berharap ke depan Bappeda bisa menjadi sektor yang memimpin untuk memfasilitasi perencanaan yang terpadu,” tegas Roni.
Anggota DPRD Pandeglang dari Fraksi PKB, Muhamad Habibie Muslim, berpendapat bahwa masalah koordinasi antar-OPD dalam penanganan wilayah kumuh adalah isu klasik yang perlu segera diselesaikan.
Ia menekankan bahwa pembagian kewenangan yang terpisah membuat penanganan menjadi tidak optimal.
Anggota DPRD Pandeglang ini juga menegaskan bahwa bukan hanya soal anggaran, tetapi juga ego sektoral. Bagaimana bisa mengatasi kekumuhan jika drainase di DPKPP, sanitasi dan air bersih di Cipta Karya, dan sampah di LH. Ini seharusnya menjadi prioritas yang dikoordinasikan langsung oleh Bappeda.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
