Kemajuan yang Kurang Empati, Warga Biasa Terpinggirkan Demi Aspirasi Besar
Kemajuan tanpa empati terhadap warga-Dok. Istimewa-
INFORADAR.ID- Kemajuan saat ini sering dirayakan sebagai indikator pertumbuhan dan pencapaian.
Jalan-jalan baru dibangun, gedung-gedung menjulang tinggi, dan kawasan-kawasan industri bermunculan di berbagai lokasi.
Di tengah hiruk pikuk dan hiruk pikuk pembangunan, terdapat kisah-kisah yang jarang diketahui masyarakat kisah-kisah tentang orang-orang biasa yang terpaksa meninggalkan tanah yang telah mereka garap sepanjang hidup mereka.
BACA JUGA:Mahasiswa Piksi Input Serang Gelar Dialog Publik, Soroti Pengawasan Jam Operasional Truk Tambang
BACA JUGA:Update Tarif Listrik PLN per kWh, Berlaku Sampai Desember 2025
Contohnya, Desa Sukamaju yang terletak di Kecamatan Karangwangi. Banyak keluarga di daerah itu terpaksa pindah karena tanah mereka akan dijadikan kawasan industri.
Tidak ada diskusi, tidak ada kejelasan, mereka hanya menerima keputusan yang disepakati beserta jumlah kompensasi yang jauh di bawah nilai sebenarnya.
Bagi penduduk, tanah mewakili lebih dari sekadar sumber daya ekonomi; tanah mewujudkan habitat, narasi, dan jati diri.
BACA JUGA:Update! Tabel Angsuran KUR BRI 2025 Rp50 Juta, Syarat Lengkap dan Cara Mengajukan
BACA JUGA:Fakta Baru Dugaan Bullying SMPN 19 Tangsel, Korban Meninggal Setelah Dirawat
Mengkaji gagasan ilmu sosial profetik, yang diperkenalkan oleh Kuntowijoyo, mengungkap krisis kemanusiaan dalam pendekatan pembangunan.
Di manakah upaya memanusiakan individu ketika komunitas dipandang sebagai penghambat proyek? Ketika pendapat mereka diabaikan, dan nasib mereka ditentukan tanpa kehadiran mereka?
Pembangunan sejatinya adalah sebuah perjalanan pembebasan melepaskan individu dari kemiskinan, ketidaktahuan, dan stagnasi.
BACA JUGA:Pandeglang Alami Pengurangan Kuota Haji 2026, Kemenag Angkat Bicara
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
