Disway Award

Tekanan Ekonomi Dorong Konsumsi Makanan Tak Sehat di Indonesia

Tekanan Ekonomi Dorong Konsumsi Makanan Tak Sehat di Indonesia

Ilustrasi makanan murah tak sehat-Pixabay/@Javaistan-

INFORADAR.ID - Makanan tak sehat makin banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, terutama oleh anak muda dan kelompok ekonomi menengah ke bawah. 

Pemilihan jenis makanan ini umumnya dipengaruhi oleh faktor harga yang murah dan rasa kenyang yang cepat dirasakan, meskipun kandungan gizinya sangat rendah.

Temuan ini berasal dari laporan terbaru yang disusun oleh Fix My Food bersama UNICEF. 

Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa sebanyak 27 persen anak muda Indonesia lebih mengutamakan makanan murah dan cepat mengenyangkan ketimbang memperhatikan kandungan gizi di dalamnya. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi berperan besar dalam membentuk pola konsumsi masyarakat terhadap makanan tak sehat.

BACA JUGA:K-Pop Demon Hunters: Aksi K-Pop dan Pembasmi Iblis yang Gak Biasa

BACA JUGA:Kuliah S2 di Jepang Gratis? Yuk, Cek Info Beasiswa Inpex 2026 untuk Lulusan S1

Banyak Anak Muda Pilih Makanan Tak Sehat karena Murah

Syafa Syahrani, peneliti dari Fix My Food, menyatakan bahwa situasi ekonomi membuat banyak pelajar dan mahasiswa lebih memilih makanan yang terjangkau, meski gizinya sangat terbatas.

“Mereka lebih memilih makanan cepat saji atau camilan kemasan yang bisa dibeli dengan harga terjangkau, meski nilai gizinya minim,” kata Syafa dalam diskusi tentang Diseminasi Hasil Studi Pemasaran Makanan Tidak Sehat yang digelar secara berani, Kamis 10 JUli 2025.

Pola Makan Buruk Meluas di Lapisan Masyarakat

Kebiasaan mengonsumsi makanan tak sehat tidak hanya terbatas pada generasi muda. Perubahan pola makan kini juga terlihat pada keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini diungkap oleh Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dari Kementerian Kesehatan.

“Dari berbagai kajian dan pengamatan, kami melihat bahwa keluarga dengan pendapatan ekonomi menengah ke bawah justru mengalami perubahan pola makan ke arah makanan cepat saji lebih tinggi dibandingkan keluarga berpendapatan tinggi,” ujar Nadia.

Pergeseran ini sebagian besar disebabkan oleh alasan praktis dan efisiensi waktu. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: