Begini Sikap BPIP terhadap Hasil Ijtima MUI ke-8 tentang Pengucapan Salam Lintas Agama dan Selamat Hari Raya K

Begini Sikap BPIP terhadap Hasil Ijtima MUI ke-8 tentang Pengucapan Salam Lintas Agama dan Selamat Hari Raya K

ILUSTRASI kerukunan umat beragama di Indonesia-disway.id-

JAKARTA,INFORADAR.ID-Hasil ijtima Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-8 tentang pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan dinilai dapat mengancam eksistensi Pancasila. Bahkan, juga mengancam keutuhan hidup berbangsa yang sejak dahulu kala telah terkristalisasi menjadi sebuah kearifan lokal. Demikian salah satu respon Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menanggapi hasil ijtima MUI ke-8 itu. 

Dari rilis yang diterima inforadar.disway.id dari BPIP, Rabu 12 Juni 2024, disebutkan sebagai negara yang besar dengan berbagai suku, agama dan kepercayaan, ras, dan golongan, kebhinnekaan adalah kekayaan yang harus dipelihara dan dijaga bersama. 

"Toleransi antarumat beragama menjadi salah satu kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, Indonesia harus memperkuat semangat toleransi dan keberagaman, bukan merusak sendi-sendi persatuan," demikian dalam rilis BPIP tersebut.

BACA JUGA:Wawancara Eksklusif dengan Try Sutrisno Jelang Hari Lahir Pancasila: Tantangan, Pandangan hingga Eksistensi BP

Disebutkan, kekayaan keberagaman dan eksistensi atas toleransi ini mendapatkan tantangan dari adanya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang mencoba membangun hegemoni dengan tafsir tunggal mengenai pelarangan terhadap ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan. Hal ini dianggap memiliki dimensi peribadatan dan doa.

"Terbitnya hasil ijtima ini berpotensi merusak kemajemukan bagi warga negara karena realitasnya bangsa Indonesia ini terdiri dari 714 etnis, keragaman agama, dan kepercayaan. Eksistensi ini telah berlangsung ratusan tahun hidup berdampingan secara damai, sekaligus menjadi kearifan bangsa, sehingga negara tidak boleh tunduk kepada hasil ijtima yang menyebabkan terjadinya eksklusivitas dalam kehidupan bernegara dan berbangsa," lanjut BPIP dalam rilisnya.

Secara eksistensi, MUI tercatat sebagai sebuah organisasi masyarakat yang harus tunduk dan taat pada Pancasila dan UU Organisasi Kemasyarakatan yang regulasi tersebut mengatur bahwa setiap ormas berkewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI. 

BACA JUGA:Dialog Literasi Kebangsaan di UIN SMH Banten Mengukuhkan Pancasila sebagai Pilar Moderasi Berbangsa

BPIP sebagai representasi negara yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai Pancasila memiliki peran untuk memastikan kesatuan dan keutuhan berbangsa dan bernegara dapat terjaga agar eksistensi negara ini tidak diintervensi oleh dominasi kekuatan agama tertentu. 

Atas permasalahan ini, respon BPIP lainnya, yakni pertama, secara teologis, terdapat perbedaan antara agama dan pemikiran agama, agama dan penafsiran agama. Hasil ijtima adalah pemikiran agama yang memiliki tafsir yang majemuk bukan mutlak sehingga tidak memiliki kebenaran yang tunggal dan absolut. 

Hasil ijtima harus dibentuk atas perspektif yang luas, termasuk mempertimbangkan dokumen dan  kesepakatan internasional seperti The Amman Message, 9 November 2004; Marrakesh Declaration, 25-27 Januari 2016, tentang Hak-hak Minoritas Beragama di Dunia Islam; Abu Dhabi Declaration, 4 Februari 2019, tentang Persaudaraan Umat Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Kehidupan Bersama (Declaration on Human Fraternity for World Peace and Living Togerher); juga kesimpulan seminar internasional, Universitas Al-Azhar, Kairo, 27-28 Januari 2020; serta harus diuji secara publik.

Masih dalam rilisnya, BPIP berpendapat Pancasila sebagai ijtihad yang sudah disepakati oleh semua pihak (sehingga menjadi ijma/konsensus tertinggi, terlengkap, dan paling mengikat/binding) memiliki derajat keislaman yang telah diuji dan dibuktikan secara substantif.

BACA JUGA:Sejarah Hari Lahir Pancasila dan Peran Soekarno dalam Pembentukan Pancasila

Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, namun Pancasila merepresentasi substansi dari ajaran agama. Dalam negara Pancasila, ajaran Islam yang bersifat “Ubuddiyyah” dipegang teguh secara pribadi dan menjadi spirit dan inspirasi dalam mengaktualisasi moralitas diri menjadi manusia yang berkualitas dalam ber-“Mu’amalah”, baik bermuamalah secara sosial maupun berkenegaraan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: