Mendaki Gunung Karang 1778 MDPL, Cepat Berkabut dan Cepat Cerah
(Dok.) Sanuji Pentamarta (sebelum menjadi Wakil Wali Kota Cilegon) mengibarkan bendera merah putih di Puncak Gunung Karang, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang.--
Rehat sejenak, lalu menunaikan ibadah sholat dan menyantap makan siang yang bawa. Saling berbagi, saling berempati.
"Rasa itu telah kami bangun, seolah pesan bahwa kami akan berangkat bersama, turun pun bersama. Gunung Karang kami pilih, karena gunung menengah lah, dapat didaki hanya beberapa jam saja, bahkan para penziarah," katanya.
Gunung Karang memang kerap didatangi juga oleh para penziarah, sehari dapat melakukan pulang pergi. Pada waktu pagi biasanya mereka naik, siang sudah bisa turun kembali.
"Tempat yang didatangi biasanya lokasi dekat puncak, keramat Sumur Tujuh. Kawasan Gunung Karang masih cukup kental dengan kisah mistisnya, semakin berbeda cerita perjalanan kami," katanya.
Perjalanan rombongannya merupakan perjalanan persahabatan, menyambung mimpi, menganyam rasa, menyemai cinta, cinta alam, cinta tanah air, cinta kampun. Dalam meneguhkan NKRI harga mati dalam rangka menyambut HUT ke-72 Kemerdekaan Republik Indonesia.
"Di perjalanan itu, kami berencana nge-camp ditengah lereng, antara puncak. Trek yang kami datangi adalah melalui pintu Kadu Engang, dengan dipandu seorang kawan," katanya.
Perjalanan ringan saja, dari awal disuguhi trek berbatu, kawasan kebun Cengkeh, kebun Kopi, pohon-pohon tinggi. Setelahnya baru disuguhi hamparan perkebunan sayur milik warga, kebun wortel, cesim, cabai, terhampar luas, diselimuti kabut yang mulai turun. "Semoga penataan perkebunan ini telah dipikirkan dengan baik, memandang hamparan perkebunan yang cukup luas di lereng seperti ini, jika salah penataan bisa menimbulkan bencana. Alhamdulillah dibawah masih cukup banyak pohon-pohon besar," katanya.
Berjalan sambil bercengkrama, peluh tak bisa di sembunyikan, terengah. Cepat sekali kabut turun, yang tadinya cuaca sangat cerah, begitu cepat pula hujan deras tiba-tiba datang.
"Subhanallah, kami diguyur hujan deras, sangat deras, di lereng Gunung Karang. Semakin menambah asyik suasana perjalanan, terasa sejuk, sepatu basah, kotor, merasakan licinnya tanah liat, menekan tongkat untuk membantu kami di medan menanjak, meraih akar yang menonjol," katanya.
Hujan telah membuat basah bumi, membuat basah pakaian dan tubuh. Setelah itu secepat itu pula hujan pergi, menyisakan harum tanah, harum bumi, kabut semakin rapat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: