Tiga Terdakwa Penggelapan Dana ACT Dituntut masing-masing 4 Tahun Penjara

Tiga Terdakwa Penggelapan Dana ACT Dituntut masing-masing 4 Tahun Penjara

Salah satu tersangka kasus penggelapan dana tengah menjalani sidang. Foto: PMJ News/Tangkapan Layar -----

JAKARTA, INFORADAR.ID --- Persidangan kasus penggelapan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 27 Desember 2022 mendengarkan tuntutan jaksa. 

Ketiga terdakwa, yakni Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Hariyana binti Hermain dituntut masing-masing 4 tahun penjara. Adapun kasus yang menjerat ketiga terdakwa adalah penggelapan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF).

Persidangan tersebut digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan menghadirkan tiga terdakwa secara virtual dari Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

“Menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” ujar Jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022) sebagaimana dikutip dari laman PMJ News. 

Ketiga terdakwa didakwa melakukan penggelapan dana bantuan dari BCIF untuk para keluarga korban kecelakaan Lion Air 610.

Para terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP di mana Pasal tersebut merupakan dakwaan primer.

Kasus tersebut berawal ketika The Boeing Company atau Boeing melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) menyediakan dana bantuan sosial sebesar USD25 juta untuk diberikan kepada para keluarga korban atau ahli waris atas peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air 610 yang mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

Lebih lanjut, Boeing melalui Boeing Community Investment Fund (BCIF) juga memberikan dana bantuan sebesar USD25 juta sebagai bantuan filantropis untuk diberikan terhadap komunitas lokal yang terdampak akibat kecelakaan tersebut.

Namun, dana bantuan yang diberikan Boeing tidak langsung diserahkan kepada keluarga korban, melainkan melalui organisasi atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh keluarga atau ahli waris korban, di mana dalam hal ini ACT yang ditunjuk.

Penyaluran dana tersebut masing-masing para keluarga atau ahli waris korban mendapat santunan sebesar USD144.320 atau senilai Rp2 miliar, ditambah dengan bantuan dana santunan berupa dana sosial dari BCIF yang dikelola ACT.

“Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing,” papar jaksa.

Namun dalam prosesnya, pihak keluarga atau ahli waris korban diminta menyetujui agar ACT memperoleh kewenangan untuk mengelola dana dari Boeing sebesar USD144.500, dimana ACT dalam rencananya untuk pembangunan fasilitas sosial menggunakan dana tersebut.

“Bahwa para terdakwa telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117.982.530.997 diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing, yakni adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing sendiri,” jelas jaksa.

Atas tuntutan tersebut, ketiga terdakwa mengajukan pleidoi atau nota pembelaan di persidangan selanjutnya yang dilaksanakan pada pekan depan, Selasa (3/1/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: