Pemakaman Korban Odong-odong, Satu Liang Lahat untuk Ibu dan Anak
Proses pemakaman korban meninggal di Cibetik, Pengampelan, Kota Serang.-Radar Banten -
SERANG, INFORADAR.ID - Sembilan korban meninggal insiden odong-odong tertabrak kereta api, Selasa (26/7) malam dimakamkan di Cibetik, Kelurahan Pengampelan, Kecamatan Walantaka, Kota Serang.
Kampung itu adakah tempat tinggal para korban.
Sebelum iring-iringan jenazah tiba dari RS Drajat Prawiranegara, Kota Serang, di jalan setapak dari jalan utama menuju rumah duka, beberapa kali anggota keluarga korban berlari dengan isak tangis. Mereka ialah anak-anak korban yang tengah bekerja di berbagai wilayah pulang setelah mendengar kabar duka.
Orang-orang berkerumun di area kawasan Masjid Baitussurur, Kampung Cibetik, Kelurahan Pengampelan, menanti kedatangan sembilan jenazah sejak pukul 17.00 WIB. Rombongan ambulans jenazah tiba pukul 19.20 WIB disambut isak tangis keluarga korban.
Lantunan lafaz tahlil menggema mewarnai detik-detik penurunan jenazah. Satu-persatu pintu ambulans yang mengekor dibuka, tangis orang-orang makin kencang terdengar saat jenazah dimasukkan ke dalam masjid.
Sembilan jenazah disalatkan secara bersamaan, usai disalatkan, jenazah langsung dimakamkan di TPU di Kampung Cibetik RT 10, RW 03. Ada delapan liang lahat yang sudah disiapkan untuk sembilan jenazah. Satu liang lahat untuk dua jenazah ibu dan anak.
Anak kandung salah satu korban, Jawiyah bercerita, ibunda atas nama Sawiyah memang sejak pagi sebelum kejadian sudah sangat antusias menanti kedatangan odong-odong.
Bagi warga Cibetik, naik odong-odong merupakan hiburan yang asyik dengan harga murah. Penumpang dewasa dikenakan tarif Rp5 ribu, anak-anak Rp3 ribu.
Rute yang biasa dilalui dari Cibetik, Walantaka menuju Desa Sentul, Kecamatan Kragilan kemudian putar arah kembali ke Cibetik.
Almarhumah Sawiyah mengawali aktivitas pagi dengan membereskan kayu bakar hingga rapi, hal itu jarang dilakukannya hingga memicu rasa penasaran sang anak.
“Bu, kok diberesin segala kayunya?"
"Iya biar rapi, takutnya hujan juga," kata almarhumah.
Setelah itu, ia lekas membeli sarapan lontong sayur dan menghabiskan dengan lahap. Hal itu juga menjadi kejanggalan bagi Jawiyah.
"Biasanya ibu (almarhumah) tuh enggak pernah sarapan, kalau pun sarapan juga paling sedikit, enggak pernah habis," katanya.
Yang paling membuat Jawiyah bingung, sekira pukul 10.00 WIB, almarhumah terus-menerus bulak-balik ke kamar dan mengganti-ganti kerudung.
"Duh kayane kurang bagus kieun mah, enggo kerudung sing endi yah sing paling bagus," kata Jawiyah meniru ucapan ibunya.
Setelah menemukan kerudung dan baju yang cocok, almarhumah mengajak cucunya untuk ikut naik odong-odong. Namun si anak menolak meski terus dipaksa.
Jawiyah sampai sedikit marah pada ibunda yang terus memaksa anaknya ikut. Ia mengatakan kalau ibu saja yang pergi naik odong-odong.
"Ibunya malu kalau sendirian mah, soalnya yang lain juga pada ngajak cucu," katanya lagi.
Karena terus menolak, almarhumah pun berangkat seorang diri dan bertemu ibu-ibu lainnya di depan kampung, tepat terparkirnya odong-odong.
Jawiyah tak menyangka, keberangkatan ibunda yang penuh persiapan sampai memilih kerudung paling bagus itu adalah kepergian untuk selamanya. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: