Disway Award

Kesadaran Waktu: Mengolah Perjalanan subjektif Menjadi Eksistensi Personal

Kesadaran Waktu: Mengolah Perjalanan subjektif Menjadi Eksistensi Personal

Menemukan makna dalam setiap momen, membentuk jejak waktu yang berarti-Dok. Istimewa-

INFORADAR.ID- Bila keheningan bisa datang dari keramaian, maka prosa seharusnya dapat menjadi jalan untuk menembus bayak dimensi. Namun sayangnya, keheningan hanya dapat dicapai oleh puisi. 

Gol A Gong, menulis puisi sebanyak 60 judul yang dibagi menjadi delapan bagian. Bagian pertama, yaitu kota-kota, sedangkan bagian kedua kota baru, hutan, puncak, laut, ikan, tuhan, dan bagian terakhir adalah kebenaran.

Sebagai seorang pembaca buku-buku antologi puisi, tentu saya ingin mendapatkan sesuatu dari buku Gol A Gong yang berjudul Roga Sanghara Bhumi. 

Mungkin diksi-diksi yang arkais, metafora yang ketat serta bertumpuk, loncatan imaji yang cepat, atau sesuatu yang beda dari penyair lain. 

Namun saya tidak mendapatkan itu semua. Saya mencoba kembali membaca buku Roga Sanghara Bhumi untuk kedua kalianya, namun bukan di kursi depan rumah sambil menikmati kopi dan goreng pisang, melainkan di kereta cepat whoosh, LRT, dan MRT. 

Dipembacaan kedua inilah mendapatkan sesuatu dari puisi-puisi yang terkumpul dalam buku antologi puisi berjudul Roga Sanghara Bhumi karya Gol A Gong. 

BACA JUGA:Semarak Festival dan Kearifan Tradisi di Pembukaan Seren Taun Kasepuhan Cisungsang

BACA JUGA:Pemprov Banten Tetapkan Gaji PPPK Paruh Waktu, Berikut Besarnya

Puisi-puisi Gol A Gong tidak sedang bermewah-mewahan dengan bahasa atau bermain logika. Puisi Gong sedang merepresentasikan sebuah perjalanan. 

Bagaimana layaknya sebuah perjalanan, seorang pejalan pasti menemukan sesuatu yang dianggapnya sesuatu itu penting. 

Padahal belum tentu penting untuk pejalan yang lain. Kadang-kadang Gong juga mengangkat satu fenomena universal, atau situasai yang dapat dirasakan oleh para aktivis reformasi 98. 

Mungkin juga dirasakan oleh pejalan lain yang ketika singgah disuatu kota, merasakan yang sama dengan Gong. Juga bisa dirasakan oleh manusia generasi alpha.  

Intinya ketika membaca puisi-puisi Gol A Gong yang terkumpul pada Roga Sanghara Bhumi saya merasakan spirit perjalanan yang begitu kental. 

Perjalanan ini bukan hanya sebuah perjalanan yang mengunjungi kota demi kota, melainkan perjalanan transendental seorang penyair. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: