Narsisme di Balik 'Kelompok Ilmuwan Penemu Ijazah Palsu'
Potret Ahmad Sihabudin--
Disibukkan oleh fantasi mengenai kesuksesan, kekuatan, kecerdasan, kesempurnaan fisik, atau sebagai pasangan hidup yang sempurna; Mempercayai bahwa dirinya adalah pihak superior dan hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang berkedudukan sama tinggi atau sama spesialnya;
Membutuhkan puja-puji yang konstan setiap saat; Merasa berhak terhadap segala sesuatu; Mengharapkan perlakuan khusus dari semua orang; Mengambil keuntungan dari orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan; Memiliki ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk mengakui kebutuhan dan perasaan orang lain; Cemburu dan iri terhadap orang lain, sekaligus mempercayai bahwa orang lain cemburu terhadap dirinya; Berperilaku arogan dan sombong.
Demikian prilaku ganguan kepribadian narsistik tersebut, bila kita cermati prilaku karakter yang mengaku kelompok ilmuwan tersebut “penemu Ijazah Palsu” itu, hampir sama dan sebangun, Jurnal Asosiasi Psikologi di Amerika tersebut. Mereka tidak mempercai hal atau kebenaran yang di sampaikan oleh Lembaga institusi resmi negara. Mereka menolak semua pernyataan dan keterangan yang disampaikan secara resmi.
Mereka arogan dan sombong sibuk oleh fantasi mengenai kesuksesan, kekuatan, kecerdasan, bahwa mereka adalah ilmuwan pihak superior dan hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang berkedudukan sama tinggi atau sama spesialnya. Itu sekilas prilaku yang kita saksikan di berbagai saluran televisi, saat mereka berdiskusi baik acara televisi maupun podcast yang tayangkan dalam saluran-saluaran youtube.
Dalam Islam, narsis yang dimaksud kebanyakan orang dikategorikan sebagai ujub. Ujub adalah sifat yang terlalu mengagumi diri sendiri atas semua kebaikan yang ada dalam dirinya. Orang yang ujub biasanya lupa bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Allah SWT.
Bila mengacu pada ciri narsisistic dalam jurnal yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association tersebut “mereka para ilmuwan” tersebut memiliki ciri yang naris identic sama; meremehkan, menganggap kecil arti peran seseorang, menghina, tidak mengakui kemampuan atau jerih payah seseorang juga bisa dikategorikan narsis, termasuk mengecilkan arti sebuah usaha ikhtiar.
Narsisisme, atau yang kini lebih sering disebut narsisme, juga dianggap sebagai masalah budaya dan sosial. Banyak pakar yang menganggap bahwa narsisme merupakan salah satu dari tiga ciri utama gangguan kepribadian (dua lainnya adalah psikopati dan machiavellianisme). Tetapi, perlu dipahami juga bahwa narsisme tidak sama dengan egosentrisme.
Sifat narsis ini dapat melanda siapa saja, dapat terjadi pada penulis, pengamat, komentator, ulama, pendeta, pastur, guru dan berbagai profesi lainnya. Semoga kita dijauhkan dari sifat ujub, gangguan kepribadian tersebut.#AS29525#.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
