Disway Award

Pelepasan Hutan di Banten: Ancaman bagi Lingkungan atau Kesempatan Berinvestasi?

Pelepasan Hutan di Banten: Ancaman bagi Lingkungan atau Kesempatan Berinvestasi?

Pelepasan hutan di Banten, ancaman bagi lingkungan atau untuk berinvestasi?-Freepik.com-wirestock

Kawasan hutan yang selama ini berfungsi sebagai penyerapan karbon, pelindung sumber air, dan pengendali bencana alam sekarang rentan untuk dibuka dan dialihkan fungsinya tanpa pengawasan yang ketat.

Banten, terutama daerah Lebak, dikenal sebagai wilayah rawan banjir dan longsor. Mengurangi tutupan hutan tanpa kajian lingkungan yang mendalam bisa memperburuk risiko tersebut.

BACA JUGA:Pengurus Kadin Cilegon Terancam Dipecat! Kasus Permintaan Jatah Proyek Rp 5 Triliun Terungkap

BACA JUGA:Update Harga Samsung Galaxy Tab 2025: Pilihan Mulai dari 2 Juta Hingga Model Flagship

Lebih jauh lagi, pelepasan kawasan hutan juga mengancam keanekaragaman hayati. Beberapa lokasi yang dilepaskan diketahui masih menjadi tempat tinggal bagi satwa liar seperti owa jawa, trenggiling, dan beberapa spesies burung endemik.

Di tengah diskursus tentang pembangunan dan investasi, proses pengalihan hutan juga mendapatkan kritik dari aspek tata kelola. 

Beberapa organisasi masyarakat sipil mempertanyakan seberapa besar partisipasi publik dan komunitas lokal yang mungkin terpengaruh dalam proses ini.

Banyak yang khawatir bahwa lahan yang awalnya dialokasikan untuk kepentingan umum pada akhirnya akan dikuasai oleh pihak swasta dan berubah menjadi area komersial, perumahan mewah, atau industri ekstraktif.

Para ahli kebijakan kehutanan berpendapat bahwa isu ini tidak sekadar tentang "setuju atau tidak" terhadap pengalihan hutan, tetapi bagaimana memastikan pengelolaan pengalihan kawasan dilakukan dengan transparan, berbasis data, dan mengutamakan kepentingan jangka panjang.

"Jika benar ingin membuka lahan untuk pembangunan, harus dipastikan ada kompensasi ekologis yang sesuai, seperti penghijauan, restorasi hutan di lokasi lain, atau penetapan kawasan perlindungan baru," ujar Prof. Dedi Permana, seorang pakar kehutanan dari IPB University.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: