Oleh Ahmad Sihabudin, Dosen Ilmu Komunikasi Untirta
Tak lama setelah Boy cs resmi menyandang status tersangka, status yang di Planet Curiga Permanen sering dianggap sebagai “sertifikat kepahlawanan moral”, muncullah fenomena baru yang tak kalah menarik: uang mulai berbicara.
Awalnya hanya bisik-bisik.
“Katanya ada Donatur Misterius,” ujar seorang cs sambil menyesap kopi pahit yang selalu dibayar orang lain.
“Donatur?” Boy mengernyit. “Atau… Penyelamat Peradaban?”
Maka sejak hari itu, pertemuan Boy cs tak lagi di warung kopi biasa. Mereka berpindah ke ruang-ruang berpendingin udara berlebihan, hotel dengan karpet terlalu tebal untuk nurani, dan vila-vila yang pemandangannya indah tapi akses publiknya tertutup rapat.
Satu per satu muncullah tokoh-tokoh baru.
Ada Tuan Berlapis Jas, yang selalu bicara soal moral sambil menyembunyikan rekeningnya di tujuh galaksi. Ada Nyonya Senyum Filantropi, yang mendanai “gerakan rakyat” sambil menghitung laba elektoral.
Ada pula Profesor Setengah Gelap, intelektual bayangan yang pandai merangkai kalimat rumit untuk membenarkan kebingungan massal.
Mereka semua sepakat pada satu hal: sertifikat Raja lama hanyalah pintu masuk.
“Isunya bukan masa lalu,” kata Tuan Jas sambil tersenyum licin, “tapi masa depan.”
Boy pun manggut-manggut. Untuk pertama kalinya ia merasa bukan sekadar penggugat, tapi pion penting sejarah Planet Curiga Permanen.
Tak lama kemudian, agenda rahasia pun bocor, tentu saja bocor secara sengaja.
Planet Curiga Permanen, akan segera menggelar Pemilihan Raja Mendatang.