INFORADAR.ID - Di beberapa daerah di Jawa, tradisi merayakan malam Satu suro masih berlanjut hingga saat ini. Diantaranya adalah Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.
Di solo, ada hewan khas bernama kebo bule. Ia juga dikenal sebagai Kebo Bule Kyai Slamat dan keturunannya.
Nenek moyang kerbau bule adalah hewan suku Klangenan, hewan kesayangan Hemengku Buwono II dan menjadi kesayangan Istana yang masih dijaga hingga kini.
Lokasinya ada di sekitar 10 km sebelah barat keraton, sehingga ia menjadi hewan peliharaan.
Berbeda dengan Solo, di Yogyakarta, perayaan malam Satu Suro biasanya diadakan dengan menggunakan keris dan pusaka keluarga sebagai bagian dari peyaraan kirab.
BACA JUGA:Sejarah dan Makna Bubur Suro, Sajian Tradisi Jawa Pada 1 Muharram
BACA JUGA:Bulan Suro dan Larangan Malam Satu Suro, Nasib Buruk Jika Melanggar Ini
Berikut perayaan tradisi malam Satu Suro di Sola dan Yogyakarta:
Mubeng Benteng
Tradisi atau ritual ini dilakukan sebagai tirakat atau bentuk pengendalian diri untuk mencari keselamatan dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Pada malam proses mubeng benteng, para abdi berjalan dari Keraton Yogyakarta ke Alun-Alun Utara, barat (Kauman), selatan (Beteng Kulon), timur (pojok Beteng Vetan), utara lagi dan kembali ke keraton.
Selama pawai melewati Benteng Muben, para abdi dalem istana bertelanjang kaki dengan pakaian khas Jawa. Dia diikuti oleh masyarakat mengikuti arak-arakan. Mereka juga tidak memakai sepatu.
BACA JUGA:Lowongan Imam Mesjid di Luar Negeri 2024, Bimas Islam Kemenag Kembali Buka Seleksi, Ini Syaratnya
BACA JUGA:Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2024 di Berbagai Daerah, Cek Syaratnya
Berjalan tanpa alas kaki berarti semakin dekat dengan alam semesta dan menunjukkan cinta. Selama perjalanan, seluruh peserta, baik abdi dalam keraton maupun warga biasa, mengulang tasbih dengan jari tangan kanannya dan berdoa kepada Tuhan.