Menurut Menag, BPIH 2022, sebesar Rp98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009,00 (40,54 persen) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58.493.012,09 (59,46 persen).
Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70 persen) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30 persen).
Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00, akomodasi Makkah Rp18.768.000,00; akomodasi Madinah Rp5.601.840,00, living cost Rp4.080.000,00, visa Rp1.224.000,00, dan paket layanan masyair Rp5.540.109,60.
Menag menyampaikan alasan usulan dana haji 2023 sebesar Rp69 juta itu. Kebijakan formulasi komponen BPIH tersebut, ujar Menag, diambil dalam rangka menyeimbangkan antara besaran beban jemaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH di masa yang akan datang.
Menurut Menag, pembebanan Bipih harus menjaga prinsip istitha’ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.
“Menurut kami, itu yang paling logis untuk menjaga supaya yang ada di BPKH itu tidak tergerus, ya dengan komposisi seperti itu. Jadi dana manfaat itu dikurangi, tinggal 30 persen, sementara yang 70 persen menjadi tanggung jawab jemaah,” ujar Menag.
Selain itu, kata Menag, usulan ini juga untuk menjaga istitha'ah atau kemampuan menjalankan ibadah. "Kan, ada syarat jika mampu. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur, kami mengukurnya dengan nilai segitu,” ujar Menag.
Reporter: Abdul Rozak