MADINAH, INFORADAR.ID - Peran Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) dalam mengawal dan menjaga kesehatan jemaah haji sungguh berat. Mereka bekerja tanpa mengenal lelah dan waktu.
Bergeser dari pos yang satu ke pos lainnya sesuai dengan pergerakan jemaah haji. Belum lagi jumlah tenaga kesehatan (nakes) tahun ini berkurang. Tahun-tahun sebelumnya jumlah adalah 3 orang per kloter. Tahun ini hanya 2 nakes per kloter.
Karena itu, Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Budi Sylvana memberikam apresiasi dan pujian.
“Saya tahu kondisi ini tidak ideal dan membuat beban teman-teman nakes semakin berat,” ungkap dr. Budi Sylvana.
Dikutip dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, yang dirilis di Laman Kemenkes RI, Jumat, 29 Juli 2022 dr. Budi Sylvana memberikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi untuk TKHI. Dokter Budi sampai mengacungkan empat jempol kepada para TKHI 1443 H. dr. Budi menyadari beratnya tugas TKHI dalam mengawal jemaah haji di kloter di masa operasional haji tahun ini.
Tantangan pertama, seperti sudah disebut di atas, yaitu adanya pengurangan jumlah tenaga kesehatan yang menyertai kloter dari 3 orang di tahun tahun sebelumnya menjadi 2 di musim operasional haji tahun ini. Satu orang dokter dan satu orang perawat harus mengawal sekitar 400-450 jemaah haji mulai dari embarkasi, selama prosesi haji, hingga nanti kepulangan.
Tantangan kedua adalah pengawalan ketat jemaah haji risiko tinggi (risti). Dari 92.668 jemaah haji reguler yang berangkat ke tanah suci, sebesar 63,21% diantaranya merupakan jemaah haji risti, baik dari segi usia maupun penyakit penyerta atau komorbid.
Budi memberikan penguatan kepada para TKHI bahwa memang pengawalan pada jemaah haji risti bukan hanya merupakan tugas yang wajib. Melainkan juga sebagai ladang amal bagi para tenaga kesehatan yang menyertai kloter
“Itulah alasan kita ada di sini, mengawal jemaah kita yang usia lanjut dan resiko tinggi," tambah dr. Budi
Pengawalan terhadap jemaah haji risti di arab saudi sudah dimulai sejak kedatangan jemaah haji. Dimana pesan promosi kesehatan secara spesifik mendorong jemaah haji menyesuaikan aktivitas ibadah fisik dengan kondisi kesehatan masing masing, selain pesan pesan promkes lainnya.
Selain itu, TKHI diminta untuk memberikan update data jemaah paling risti di kloter masing masing oleh TKHI, minimal 30 orang. Selain itu TKHI juga diminta untuk melakukan skrining awal jemaah haji yang membutuhkan konsultasi atau medical check-up kepada dokter spesialis di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI).
“Data itu yang kemudian dipakai bagi TKH untuk mengawal formasi 30 di fase Armuzna dan Pasca Armuzna” tambah dr. Budi
Lanjut dr. budi, tantangan selanjutnya adalah peran ganda dari TKHI. Selain berperan dalam mengawasi dan memberikan pelayanan kesehatan kepada Jemaah, TKHI sejak awal bertugas dituntut untuk mengenali kondisi dari tiap tiap jemaah di kloternya. Selama kurang lebih 40 hari melayani jemaah haji, kedekatan emosional antara petugas dengan jemaah tentu menjadi modal dalam memberikan pelayanan kesehatan.
“Untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal, TKHI harus mampu mengenali kondisi kesehatan dari tiap tiap jemaahnya.” ujar dr. Budi