Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang paling terdampak wabah penyakit mulut dan kuku, ketersediaan stok sapinya menjadi terganggu. Adapun saat ini sapi yang diterima untuk dijual hanya dari daerah bebas penyakit mulut dan kuku, yakni Nusa tenggara barat (Bima) dan Bali yang ukuran sapinya terbilang lebih kecil.
Kementerian Pertanian sedang berusaha mendatangkan vaksin untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), ada 4 negara yang akan membantu dalam vaksinasi hewan ternak. Akan tetapi semua itu butuh waktu mengingat kebutuhan hewan kurban seiring berjalannya waktu semakin tinggi.
Penyakit mulut dan kuku (PMK) hampir mirip dengan virus covid-19, Banyak kesamaan dari karakteristik. Baik dari cara penyebarannya dan masa penyembuhannya. Salah satu cara penularannya ialah kontak langsung (antara hewan yang tertular dengan hewan rentan melalui droplet, leleran hidung, dan serpihan kulit). Ini sama halnya dengan cara penularan virus covid-19.
Adapun gejala klinis hewan yang tertular penyakit ini salah satunya hewan lebih sering berbaring, lemas, tidak nafsu makan, keluar air liur berlebihan, dan adanya luka pada mulut dan kuku hewan ternak.
Sebetulnya penyakit ini dapat dicegah penularan dan penyebarannya, seperti pemusnahan barang-barang yang terkontaminasi, menjaga kebersihan kandang dengan melakukan disinfeksi secara berkala setelah digunakan, dan petugas kandang harus memakai alat pelindung diri (APD) lengkap.Akan tetapi terkadang peternak tidak membiasakan hal-hal tersebut atau mengabaikannya.
Adanya penyakit mulut dan kuku (PMK) ini para peternak dan pedagang sedikit mengalami kesusahan untuk menjualnya, karena mereka harus melalui berbagai syarat tambahan.Hal ini pula yang membuat harga kurban sapi pada tahun ini melangit.Selain itu Peternak dan pedagang harus menyediakan tambahan biaya untuk vitamin, tambahan perizinan hingga transportasi. Karena dampak dari pengiriman sapi dari pulau jawa melalui jalur laut.
Pedagang harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan stok sapi, biaya tambahan itu berkisar mulai dari Rp500 ribu hingga Rp 1 juta per ekornya. Tentu hal itu akan membuat dilema para pedagang. Dimana disatu sisi masyarakat menginginkan harga normal, akantetapi keadaan saat ini tidak bisa karena pedagang mengharuskan menaikan harga jualnya.
Kebijakan pemerintah daerah dibeberapa Provinsi banyak mewajibkan karantina bagi hewan ternak yang masuk selama 14 hari jelang Hari Raya Idul Adha 1443 H. tujuannya agar memastikan kesehatan hewan di tengah wabah penyakit mulur dan kuku (PMK). Kebijakan ini mirip sama halnya dengan kebijakan di tengah pandemi Covid-19. Akantetapi yang menjadi pertanyaan besar, mengapa penyakit ini muncul di tengah-tengah umat Islam di Indonesia akan merayakan Hari Raya Idul Adha. Seharusnya pada momen ini banyak hewan ternak yang disembelih menjadi hewan kurban yang dibagi-bagikan .
Ditambah lagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa hukum bahwa tidak sah berkurban dengan hewan yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK).Hewan kurban sebaiknya ialah hewan yang sehar dan bebas dari segala penyakit. Karena penyembelihan hewan kurban sendiri sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT dengan tujuan beribadah ikhlas kepada sang Maha Pemberi Rizki. Adapun hukum ibadah kurban sendiri ialah sunnah muakkad atau sunah yang sangat ditekankan dalm pengerjaannya. Hukum ini merujuk kepada pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i dan Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan kurban sejak disyariatkan hingga beliau wafat.
Tidak semua hewan ternak bisa dijadikan sebagai hewan kurban, terdapat kriteria dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk hewan tersebut bisa menjadi hewan kurban.Dan salahsatu yang paling utama dalam kriteria dan syarat itu ialah hewan ternak dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Maka dari itu komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa hewan yang mengidap penyakit mulut dan kuku (PMK) kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.Terkecuali hewan tersebut bisa sah menjadi hewan kurban apabila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban yakni tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Terlepas dari kontroversi apapun, keadaan pada saat ini semoga bisa menjadi bahan muhasabah atau evaluasi baik untuk para pedagang sebagai distributor, masyarakat sebagai konsumen, dan pemerintah yang memiliki kewenangan dan kebijakan. Semoga penyakit mulut dan kuku (PMK) ialah riil musibah untuk kita semua. Dan dijadikan sebuah bentuk pengorbanan kita kepada Allah SWT yang Maha Kuasa seperti halnya pengorbanan Nabi Ibrahim AS. *