Disway Award

Desa Adat Ciptagelar yang Menyimpan Pangan, Identitas, dan Masa Depan

Desa Adat Ciptagelar yang Menyimpan Pangan, Identitas, dan Masa Depan

Desa Adat Ciptagelar Banten--

INFORADAR.ID - Di tengah kecemasan global akan krisis pangan, perubahan iklim, dan rapuhnya solidaritas sosial, Desa Adat Ciptagelar justru hadir sebagai ironi yang menenangkan.

Berada di wilayah administratif Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Ciptagelar secara kultural merupakan bagian dari Kasepuhan Banten Kidul, sebuah komunitas adat Sunda yang wilayah budayanya membentang dari selatan Banten hingga sebagian Jawa Barat.

Fakta ini menegaskan bahwa pembangunan sosial tidak selalu mengikuti batas administratif, melainkan berakar pada identitas, nilai, dan praktik hidup masyarakat.

Secara sosial-budaya, Ciptagelar memegang teguh prinsip hidup adat yang diwariskan turun-temurun.

Masyarakatnya hidup dari pertanian padi dengan sistem tanam satu kali dalam setahun, mengikuti kalender adat.

Hingga kini, tercatat lebih dari 1.300 kepala keluarga atau sekitar 5.000–6.000 jiwa tersebar di wilayah kasepuhan Ciptagelar dan sekitarnya. Angka ini relatif stabil karena adat membatasi ekspansi lahan dan pertumbuhan yang tidak selaras dengan daya dukung alam.

Keunikan utama Ciptagelar terletak pada sistem ketahanan pangannya. Setiap keluarga menyimpan padi di leuit (lumbung padi), bukan di gudang modern atau pasar.

Data komunitas adat menunjukkan terdapat lebih dari 2.000 leuit aktif, yang berfungsi sebagai cadangan pangan jangka panjang.

Padi tidak diperjualbelikan secara bebas, melainkan disimpan untuk kebutuhan rumah tangga dan ritual adat.

Dalam beberapa kasus, padi bahkan dapat disimpan hingga puluhan tahun tanpa kehilangan fungsi sosialnya.

Inilah bentuk pembangunan pangan yang tidak berorientasi pasar, tetapi pada keberlanjutan dan solidaritas.

Dari sudut pandang ilmu sosial developmentalis, praktik ini mencerminkan apa yang disebut sebagai people centered development yaitu pembangunan yang menempatkan manusia, budaya, dan lingkungan sebagai inti.

Ciptagelar membuktikan bahwa ketahanan pangan tidak selalu lahir dari teknologi tinggi, melainkan dari sistem sosial yang kuat dan disiplin kolektif.

Di bidang pendidikan, masyarakat Ciptagelar menunjukkan adaptasi yang menarik. Secara formal, sebagian besar anak-anak mengenyam pendidikan dasar hingga menengah pertama, baik melalui sekolah formal di sekitar wilayah adat maupun pendidikan nonformal berbasis komunitas.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: