Disway Award

25 Tahun Banten Berdiri, Janji Pembangunan yang Belum Terwujud

25 Tahun Banten Berdiri, Janji Pembangunan yang Belum Terwujud

25 tahun Banten berdiri, tapi janji pembangunan masih jauh dari kenyataan-Dok. Istimewa-

INFORADAR.ID- 25 tahun sudah Provinsi Banten berdiri bukan sekadar angka administratif, melainkan perjalanan kebijakan, janji pembangunan, dan harapan rakyat. 

Namun ketika melihat kondisi sosial-ekonomi di provinsi ini lewat data resmi, yang tampak bukanlah kemajuan, melainkan ketimpangan yang semakin mengikat.

Menurut BPS Provinsi Banten, pada Maret 2025 jumlah penduduk miskin mencapai 5,63 persen, atau sekitar 772.780 orang. 

Angka ini memang turun tipis 0,07 poin dari September 2024, tapi penurunan itu terlalu kecil bila dibandingkan dengan biaya hidup yang makin tinggi. 

Garis kemiskinan per kapita di Banten sekarang berada di angka Rp684.232 per bulan. Rata-rata satu rumah tangga miskin terdiri dari 5,22 orang. 

Dari total pengeluaran rumah tangga miskin, sekitar 73,01 persen habis hanya untuk pangan seperti beras, telur, kopi, dan rokok. 

Kondisi ini menunjukkan betapa terbatasnya ruang masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan lain di luar pangan, termasuk pendidikan dan kesehatan.

BACA JUGA:Pemprov Banten Akan Lantik PPPK Tahap 2 dan Paruh Waktu Pada Oktober, Cek Tanggalnya

BACA JUGA:Jadwal Pelantikan PPPK Paruh Waktu Pemprov Banten Terungkap, Simak Lengkapnya

Di sisi ketenagakerjaan, kondisinya juga belum menggembirakan. Pada Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Banten turun menjadi 6,64 persen dari 7,02 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Dalam jumlah, BPS mencatat ada sekitar 412,71 ribu orang yang masih menganggur. Penurunan ini memang terjadi di hampir semua kategori, baik laki-laki maupun perempuan, juga di perkotaan maupun perdesaan. 

Tetapi angka pengangguran di atas enam persen tetap meninggalkan persoalan besar, terutama bagi generasi muda lulusan sekolah dan perguruan tinggi. 

Tingkat pengangguran di Banten juga lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang hanya 4,82 persen.

Lulusan SMA dan perguruan tinggi mendominasi angka tersebut. Sementara itu, praktik nepotisme dalam birokrasi dan proyek masih kuat, sehingga mempersempit kesempatan terciptanya lapangan kerja yang adil.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: