Disway Award

Siapa Multatuli dan Kenapa Menjadi Nama Museum di Lebak, Banten?

Siapa Multatuli dan Kenapa Menjadi Nama Museum di Lebak, Banten?

Eduard Douwes Dekker-museummultatuli.id-

Menyaksikan Penderitaan Rakyat Lebak

Dekker mencoba melaporkan ketidakadilan itu ke atasannya, namun laporannya tidak mendapat tanggapan. 

Karena merasa sistem ini tidak adil dan enggan menjadi bagian darinya, Dekker akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya di Lebak. 

Tak lama kemudian, ia menulis Max Havelaar, sebuah novel semi-otobiografi yang menggambarkan bagaimana seorang pejabat kolonial bernama Max Havelaar berusaha melawan ketidakadilan di wilayah Lebak.

Max Havelaar dan Peran Pentingnya

Diterbitkan pada tahun 1860, Max Havelaar dianggap sebagai salah satu novel politik paling berpengaruh di masanya. 

Lewat karya ini, Multatuli menyerang habis-habisan sistem kolonial Belanda dan membuka mata banyak orang Eropa termasuk rakyat Belanda sendiri tentang kekejaman yang terjadi di tanah jajahan. 

Buku ini bukan hanya karya sastra, tapi juga bentuk perlawanan moral terhadap penindasan.

Di Indonesia sendiri, Max Havelaar menjadi bacaan penting yang kemudian memengaruhi gerakan kebangkitan nasional, karena untuk pertama kalinya dalam bentuk tertulis, ada pengakuan terbuka dari seorang pejabat kolonial tentang buruknya sistem penjajahan.

Museum Multatuli di Lebak jadi Simbol Sejarah dan Perlawanan

Untuk mengenang jasa-jasa Multatuli dalam membuka tabir kelam kolonialisme di Indonesia, terutama di wilayah Banten, Pemerintah Kabupaten Lebak mendirikan Museum Multatuli di Rangkasbitung. 

Museum ini adalah museum anti-kolonial pertama di Indonesia, dan menjadi simbol penting tentang bagaimana narasi sejarah juga bisa datang dari pihak yang memilih berpihak kepada rakyat tertindas.

Karya-Karya Multatuli dan Perkembangan Budaya Lebak

Museum ini dibangun di atas lahan seluas 230 meter persegi, dan memiliki tujuh ruangan pamer yang disusun berdasarkan tema sejarah kolonialisme, kisah Multatuli, hingga perkembangan budaya lokal Lebak dan Rangkasbitung. 

Koleksi di dalam museum mencakup surat-surat Multatuli, buku edisi pertama Max Havelaar dalam berbagai bahasa, artefak khas lokal, replika kapal VOC, dan tenun Baduy.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: