Siapa Gustika Jusuf Hatta, yang Sebut Indonesia Dipimpin Presiden Penculik dan Penjahat HAM
Gustika Jusuf Hatta-@gustikajusuf-Instagram
INFORADAR.ID - Gustika Jusuf Hatta, cucu dari Proklamator dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia Mohammad Hatta, menjadi sorotan publik saat menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu, 17 Agustus 2025.
Penampilan Gustika yang mengenakan kebaya hitam dipadukan dengan batik motif slobog tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga menyimpan makna mendalam sebagai bentuk protes diam terhadap kondisi bangsa saat ini.
Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya (@gustikajusuf), Gustika menjelaskan bahwa pilihan busananya memiliki simbolisme budaya Jawa yang kuat.
Batik slobog, yang dalam tradisi Jawa sering digunakan dalam prosesi pemakaman, melambangkan pelepasan dan doa untuk kelapangan jalan bagi yang telah pergi.
“Motif slobog melambangkan keikhlasan dan doa agar jalan yang ditinggalkan lapang. Saya mengenakannya sebagai simbol duka, sekaligus bentuk protes diam,” tulis Gustika.
Ia juga menyebut bahwa kebaya hitam dan batik slobog yang dipakainya mencerminkan keprihatinannya terhadap isu hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
BACA JUGA:Profil Philo Paz Armand, Terseret Usai Arhan Zize Cerai
BACA JUGA:Kenapa DPR Tidak Bisa Dibubarkan? Ini Opsi yang Bisa Ditempuh
Gustika, yang lahir pada 19 Januari 1994 dari pasangan Halida Nuriah Hatta dan Gary Rachman Makmun Jusuf, secara terbuka mengkritik pemerintah melalui unggahannya.
Ia menyatakan kesulitan merayakan kemerdekaan di tengah luka sejarah pelanggaran HAM yang belum terselesaikan. Dalam pernyataannya yang berani, Gustika menyebut pemimpin saat ini sebagai “Presiden penculik dan penjahat HAM” serta wakilnya sebagai “anak haram konstitusi.”
Ia juga menyinggung militerisasi yang semakin merasuk ke ruang sipil dan peristiwa kekerasan aparat di Pati yang baru-baru ini menelan korban jiwa.
“Di hari kemerdekaan tahun ini, rasa syukurku bercampur dengan keprihatinan atas luka HAM yang belum tertutup. Jujur tidak sampai hati merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke-80 tanpa rasa iba, dengan peristiwa demi peristiwa yang mengkhianati nilai kemanusiaan,” ungkap Gustika dalam unggahannya.
Meski menyampaikan kritik pedas, Gustika menegaskan bahwa sikap berkabungnya bukan tanda keputusasaan, melainkan bentuk cinta mendalam terhadap Republik Indonesia.
“Berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah, memelihara ingatan, dan menagih hak rakyat serta janji-janji konstitusi,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
