Soal PayLater, Apakah Riba atau Tidak, Ini Penjelasannya

Soal PayLater, Apakah Riba atau Tidak, Ini Penjelasannya

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Agus Miswanto. Foto: Tangkapan layar laman FB Persyarikatan Muhammadiyah -----

INFORADAR.ID --- Selama ini banyak orang berpendapat bahwa setiap pembelian dengan cara kredit --- sering disebut paylater --- yang berbunga itu riba. Apakah cara paylater itu termasuk riba, berikut ini penjelasannya.

Mungkin hampir setiap orang mengenal yang namanya sistem pembayaran paylater. Paylater adalah sistem pembayaran yang ditunda. Dengan istilah lain kita bisa membeli barang tanpa harus membayar langsung. Akan tetapi, sebagai gantinya tiap kita membayar angsuran setiap bulannya sekaligus disertai bunganya. 

Pada intinya, paylater adalah layanan untuk menunda pembayaran atau berhutang yang wajib dilunasi di kemudian hari.

Sebagai contoh, apakah pembayaran dengan menggunakan paylater yang menerapkan bunga sekitar 2,95% bisa dianggap sebagai riba? 

Nah, untuk menjawab hal itu, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Agus Miswanto menjelaskan perbedaan antara dua situasi berikut:

1. Pertama, jika seseorang menginginkan untuk membeli suatu barang, namun tidak memiliki uang untuk membelinya atau tidak memiliki uang cash, maka pihak ketiga yang memiliki dana bisa membantunya. Pihak ketiga ini membeli barang yang diinginkan oleh seseorang tersebut dan kemudian menjualnya kepada seseorang/individu tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Sebagai contoh, jika seseorang ingin membeli kulkas dengan harga sekitar Rp 3.000.000, akan tetapi tidak memiliki uang, maka pihak ketiga dapat membeli kulkas tersebut dan menjualkannya kepada seseorang/individu tersebut dengan harga Rp 3.500.000. Dalam konteks tersebut, akad murabahah digunakan, dan hal ini tidak dianggap sebagai riba.

"Jadi praktik seperti ini tidak masalah karena masuk dalam kategori jual beli, bukan pinjam meminjam uang,” jelas Agus Miswanto dalam sebuah Pengajian Tarjih sebagaimana inforadar.id lansir dari laman FB Persyarikatan Muhammadiyah, Jumat, 3 November 2023. 

2. Kedua, jika seseorang ingin membeli suatu barang dan tidak memiliki cukup uang, kemudian orang tersebut meminjam uang dari orang lain dengan syarat pengembalian yang mencakup bunga sekitar 2,95%, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai riba.

Sebagai contoh, seseorang ingin membeli kulkas dengan harga Rp 3.000.000, akan tetapi tidak memiliki uang, dan orang itu meminjam uang dengan syarat mengembalikan sejumlah Rp 3.500.000. Dalam situasi ini, bunga diterapkan, dan hal ini termasuk riba.

"Nah, jika kondisinya seperti itu, maka kita perlu menunda keinginan untuk membeli barang, hingga kita dapatkan uang yang cukup. Jika sudah punya uang, silakan beli barang yang kita inginkan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi praktik riba yang diharamkan oleh agama,” kata Agus.

Sehingga jelas, sangat penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara akad murabahah (yang melibatkan pembelian dan penjualan barang dengan markup harga) dan peminjaman dengan bunga (yang melibatkan pembayaran bunga atas pinjaman uang) itu untuk menentukan apakah suatu transaksi dapat dianggap sebagai riba atau tidak.

 

Editor: M Widodo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: