INFORADAR.ID – Bagi kebanyakan Generasi Z, "alam liar" adalah latar belakang liburan. Namun, bagi Andrew Kalaweit (lahir 2004), hutan hujan Kalimantan adalah rumah, ruang kelas, sekaligus studio kontennya. Pemuda Berdarah Prancis-Dayak ini adalah aktivis lingkungan yang mengubah keterampilan bertahan hidup menjadi viral edukasi, menjembatani konservasi tradisional dengan jangkauan digital.
Andrew Ananda Brule adalah putra dari Chanee Kalaweit, seorang konservasionis Prancis pendiri Yayasan Kalaweit (1998), dan Nur Pradawati, wanita asli Dayak. Sejak usia lima bulan, Andrew sudah akrab dengan hutan, dibesarkan di rumah panggung kayu di dekat pusat rehabilitasi Owa (Gibbon). Lingkungan unik ini membentuknya menjadi sosok yang tumbuh dengan pemahaman mendalam tentang ekosistem tropis.
Andrew dikenal luas berkat konten YouTube-nya, di mana ia membagikan pengalaman ekstrem seperti "24 jam bertahan hidup sendirian di hutan" dan ekspedisi satwa liar. Konten ini bukan sekedar pameran keberanian, namun sebuah strategi cerdas untuk membangkitkan kesadaran lingkungan pada generasi muda.
BACA JUGA:Bagaimana Musik Membentuk Pengalaman dan Cara Pandang Gen Z?
BACA JUGA:Berapa Lama Batas Aman Scrolling Media Sosial bagi Gen Z agar Pikiran Tetap Sehat?
Melalui lensa kamera, ia menyuarakan kerusakan hutan yang terus terjadi dan pentingnya peran kaum muda. Andrew menekankan bahwa isu lingkungan sering dianggap sebagai masalah yang jauh dan membosankan, sehingga ia memilih untuk mengemasnya secara menarik dan relevan.
"Orang-orang sering mikir, 'Ah, itu mungkin masalah orang di Kalimantan, bukan masalah gue.' Padahal, yang terjadi di hutan itu berdampak pada semua orang di planet ini,” tegas Andrew dalam salah satu wawancaranya, menekankan bahwa dampak kerusakan hutan adalah isu global yang tidak mengenal batas geografis.
Ia juga menyadari bahwa aktivisme di era digital harus efektif dan tidak hanya mengandalkan emosi. "Kita harus tunjukkin, bukan cuma ngomong. Kalau kita cuma bilang, 'Hutannya rusak,' orang nggak akan ngeh. Tapi kalau kita tunjukkin bagaimana cara pasang kamera jebakan buat mantau satwa yang hampir punah, itu edukasi yang nyata," sambil menambahkan, menjelaskan filosofi di balik kontennya yang cenderung berbasis ilmu pengetahuan dan aksi nyata.
BACA JUGA:Heboh! Gen Z Indonesia Mulai Tinggalkan Cita-cita Menjadi Influencer, Profesi Clipper Mendadak Viral
BACA JUGA:Saat Wellness Fisik Jadi Tren: Gen Z Nggak Mau Ketinggalan Hidup Sehat!
Meski popularitasnya melonjak, Andrew dengan tegas menolak tawaran untuk terjun ke dunia hiburan komersial, seperti sinetron. Baginya, karir di dunia hiburan akan mengalihkan fokus dari misi utama: konservasi.
Andrew memiliki mimpi besar untuk melanjutkan kuliah di Prancis dengan jurusan perfilman. Cita-citanya adalah menjadi sutradara film dokumenter lingkungan hidup dan satwa liar, menggunakan keahlian visualnya untuk mengadvokasi Bumi di panggung internasional.
Visi dan dedikasi Andrew pun mendapat pengakuan dunia. Pada tahun 2025, ia dinobatkan masuk dalam daftar bergengsi Forbes 30 Under 30 Asia, menjadikannya salah satu aktivis muda paling berpengaruh yang sukses memadukan kerja lapangan di rimba dengan advokasi di media digital.
Andrew Kalaweit adalah bukti nyata bahwa anak muda dapat menjadi pahlawan lingkungan. Ia menunjukkan bahwa menjaga hutan bukan berarti meninggalkan peradaban modern, melainkan menggunakannya sebagai alat untuk melindungi masa depan yang berkelanjutan.