Ia menyoroti dialog dari seorang profesor hukum di acara TV, yang menyatakan bahwa meskipun tidak ada mensrea, seseorang tetap bisa dihukum.
BACA JUGA:Peningkatan Fasilitas RSUD Kota Serang Direncanakan, Termasuk Rehabilitasi Gedung
BACA JUGA:Ini 5 Pemicu Tubuh Cepat Lelah yang Sering Terabaikan, Meskipun Tidur Sudsh Cukup
Menurut Mahfud, pernyataan itu tidak tepat secara hukum. Hukum pidana mengenal asas Khin straf zonder, yaitu tidak boleh ada hukuman tanpa adanyakesalahan.
Dalam podcast itu, Mahfud menjelaskan bahwa hakim secara eksplisit menyatakan tidak adanya mensrea.
Maka dari itu, jika unsur niat jahat tidak terbukti, tidak seharusnya hukuman dijatuhkan. Pernyataan ini ia sampaikan dengan tegas, namun tetap dalam kerangka logika hukum yang berimbang.
Selain membahas soal mensrea, Mahfud juga mengkritisi pertimbangan hakim yang membawa-bawa kapitalisme dalam putusan.
“Kapitalisme itu kan tidak ada normanya,” katanya.
Ia menilai pendekatan semacam itu tidak bisa digunakan sebagai dasar penghukuman dalam sistem hukum yang rasional.
Ia juga menyinggung bahwa seharusnya, sebelum masuk ke proses pengadilan, kasus ini diperiksa dulu oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah).
Tetapi dalam kasus Tom Lembong, justru prosesnya terbalik, tersangka sudah ditetapkan terlebih dahulu, baru kemudian APIP diminta membuat laporan.
BACA JUGA:Akta Nikah Belum Dimiliki Ratusan Ribu Warga Lebak, DPRD Angkat Bicara
BACA JUGA:Rahasia Jepang dalam Mendidik Disiplin Siswa, Ternyata Tidak Pakai Hukuman
Mahfud juga menyatakan harapannya agar Undang-Undang KPK versi lama bisa diberlakukan kembali.
Menurutnya, di era Undang-Undang KPK lama, orang-orang lebih berhati-hati karena takut ditindak. Ia pun meluruskan bahwa saat revisi UU KPK disahkan pada 9 September 2019, ia belum menjabat sebagai menteri.
Baru setelah dilantik pada 23 Oktober, ia mengusahakan agar KPK tetap bisa berfungsi dengan baik.