1. Alih Fungsi Lahan: Dari Resapan Air ke Betonisasi
Alih fungsi lahan menjadi bintang utama dalam drama ini. Kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air telah sukses disulap menjadi bangunan megah, jalan raya, atau pusat perbelanjaan.
Bagaimana bisa air meresap jika tanah sudah berubah menjadi beton? Di musim hujan, air hanya bisa mengalir tanpa kendali, menyeret segalanya dalam alirannya.
Dan, ironisnya, infrastruktur yang dibangun dengan tujuan memperbaiki kehidupan justru menjadi saksi bisu kehancuran yang diakibatkannya.
2. Deforestasi: Pohon yang Tumbang, Masalah yang Tumbuh
Seperti yang sering kita dengar, pohon adalah pelindung alami dari banjir. Namun, di Lebak dan Pandeglang, pohon tampaknya lebih dihargai ketika ditebang.
Penebangan liar menjadi tradisi yang terus berlangsung, tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Ketika hutan yang lebat digantikan oleh tanah kosong, air hujan kehilangan "jaring pengaman"-nya.
Ketiadaan pohon menyebabkan air hujan mengalir langsung ke tanah tanpa diserap, menciptakan banjir bandang di perbukitan dan longsor di lereng yang rapuh.
Tanah yang tidak mampu menahan air hanyalah bom waktu sebelum akhirnya menyerah pada gravitasi.
BACA JUGA:10 Tol Terpanjang di Indonesia, Nomor 6 Ada Banten Jadi Tol Tersibuk
3. Sampah: Kontribusi Kolektif untuk Bencana
Mungkin salah satu prestasi terbesar manusia adalah menciptakan bencana dengan cara termudah: membuang sampah sembarangan.
Sampah, terutama plastik, menjadi arus utama dalam memperparah banjir. Ketika aliran sungai tersumbat oleh sampah, air mencari jalur lain dan sering kali, jalur itu adalah jalanan, rumah, atau bahkan kehidupan manusia.
Tumpukan sampah yang menghalangi aliran air menciptakan tekanan besar yang, ketika dilepaskan, menghasilkan banjir bandang yang merusak.
Dengan kata lain, kebiasaan membuang sampah sembarangan adalah cara tercepat untuk menciptakan bencana yang melibatkan seluruh komunitas.
Solusi yang Bisa Dilakukan Bersama