INFORADAR.ID - Apakah kamu sering merasa susah mengatakan "tidak" saat teman atau keluarga atau kolega meminta bantuan, meski kamu sedang tidak sanggup? Atau mungkin kamu cenderung mengiyakan permintaan orang lain agar tidak mengecewakan mereka?
Jika iya, bisa jadi kamu termasuk dalam kategori people pleaser, yaitu seseorang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain, bahkan jika itu berlawanan dengan keinginan atau perasaan pribadi.
Melansir dari kanal YouTube Greatmind, Marissa mendefinisikan People pleaser sebagai istilah bagi seseorang yang rela mengorbankan kepentingan dan perasaannya sendiri demi membuat orang lain senang.
Biasanya, mereka merasa bertanggung jawab untuk membuat orang lain nyaman dan bahagia. Namun, kebiasaan ini justru bisa berujung pada tekanan batin dan kehilangan jati diri.
Orang yang people pleaser sering kali merasa tidak nyaman jika harus menolak permintaan orang lain atau menyampaikan pendapat yang berbeda.
BACA JUGA:5 Akibat Sering Menutup Laptop Tanpa Shutdown, Bisa Fatal Loh
BACA JUGA:Spesifikasi Samsung Galaxy Ring, Cincin Canggih yang Bisa Memantau Kesehatan Penggunanya
Mereka kerap mengatakan "ya" meskipun dalam hati merasa tidak setuju atau keberatan. Pada akhirnya, mereka cenderung memendam rasa kesal yang berpotensi menimbulkan stres hingga frustrasi.
Beberapa faktor di bawah ini bisa menjelaskan mengapa fenomena people pleasing kerap dialami oleh Gen Z:
1. Didikan yang Kaku di Masa Kecil
Banyak people pleaser dibentuk sejak kecil melalui lingkungan yang kurang menghargai perbedaan opini atau bahkan menekan mereka untuk selalu menurut. Mungkin saat kecil mereka memiliki figur orang tua atau pengasuh yang sulit menerima penolakan. Pola asuh seperti ini membuat mereka terbiasa menyembunyikan perasaan sebenarnya demi menjaga keharmonisan.
2. Ketergantungan pada Pengakuan Sosial
Gen Z tumbuh di era media sosial di mana like, comment, dan share menjadi pengukur pengakuan sosial. Keinginan untuk disukai banyak orang bisa membuat mereka menghindari konfrontasi atau perbedaan pendapat demi mempertahankan citra diri yang positif di mata orang lain. Akibatnya, mereka jadi lebih fokus pada bagaimana cara menyenangkan orang lain daripada mempertimbangkan kebahagiaan diri sendiri.
3. Kurangnya Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri yang rendah sering kali membuat seseorang merasa perlu mendapat validasi eksternal. Dengan terus menyenangkan orang lain, mereka berharap bisa mendapat pengakuan dan pujian yang membantu menaikkan harga diri. Namun, mereka justru semakin terjebak dalam lingkaran penurunan harga diri karena selalu mengukur nilai dirinya dari pandangan orang lain.