INFORADAR.ID - Magister Ilmu Komunikasi FISIP Untirta kembali mengadakan Kuliah Reboan untuk kedua kalinya. Kuliah Reboan merupakan bentuk kuliah pakar yang diinisiasikan untuk mendorong lahirnya mahasiswa yang mampu berpikir kritis dan mencari solusi dari setiap permasalahan.
Kuliah Reboan ini diadakan setiap hari Rabu dengan mengundang para pakar yang ahli dalam bidang keilmuan yang beragam untuk memberikan pengetahuan dan meningkatkan kepekaan mahasiswa/I Untirta terhadap permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini.
Kuliah Reboan kali ini diadakan pada hari Rabu, 12 Juni 2024 dengan mengusung tema Bedah Buku : Obat Dungu Resep Akal Sehat yang bertempat di Auditorium Kampus Untirta Sindangsari pada pukul 13:00 - 15:30 WIB.
Kuliah Reboan kali ini nampak sangat meriah dari sebelumnya dengan dihadiri ratusan mahasiswa/i yang tidak hanya berasal dari FISIP Untirta melainkan dari Universitas dan masyarakat umum yang antusias ingin mengikuti kuliah pakar ini. Magister Ilmu Komunikasi FISIP Untirta kali ini mendatangkan Rocky Gerung untuk mengisi acara ini. Selain Rocky Gerung, Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Untirta, Dr. Ail Muldi, M. Si, juga turut menjadi narasumber dalam acara ini dengan dipandu oleh Deni Saprowi sebagai moderator.
Dalam acara ini Rocky Gerung banyak membahas terkait dengan politik, penguasa, dan pengelolaan negara yang tidak sepenuhnya dijalankan dengan baik sehingga membuka mata audiens bahwa sebagai agen perubahan mahasiswa harus dapat mendorong tindakan kolektif untuk melawan kesewenang-wenangan yang diciptakan kaum penguasa.
"Negara kita surplus penguasa, tapi defisit pemimpin," jelas Rocky.
Dalam kesempatan yang sama Rocky menyampaikan bahwa komunikasi yang terjadi dalam lingkup politik merupakan komunikasi yang berjalan dalam kemunafikan karena komunikasi yang jujur tidak boleh menghasilkan dominasi sedangkan, para calon legislatif yang setiap mencalonkan diri layaknya mengemis kepada rakyat itu bersifat mendominasi dengan baliho-baliho besar disepanjang jalan. Namun, mereka tidak berani berargumentasi untuk menanggapi kritik.
"Politik adalah tukar tambah argumen, bukan tukar tambah sentimen," ucap Rocky.
Di sisi lain, terkait dengan bobroknya pemerintahan ternyata perencanaan proyek IKN tidak ubahnya hanya menjadi konsep negara yang tidak dituntun oleh riset sehingga implementasi dari IKN hanya menjadi bukti bahwa negara kita saat ini sangat arogan untuk memperlihatkan kemegahan yang dimiliki tanpa mempertimbangkan dampak buruk dari hal tersebut.
"Negara menjadi sangat arogan dan ambisius memperlihatkan hasil makronya tanpa memperdulikan kerusakan lingkungan yang dihasilkan." Jelas Rocky
Diskusi yang dibawakan Rocky Gerung pada kesempatan kali ini sangat menarik perhatian banyak orang untuk turut ambil andil dalam mengubah pemerintahan dan kehidupan politik menjadi lebih baik. Rocky juga menyadarkan kita bahwa ternyata masih banyak orang yang mempunyai pikiran baik. Namun, tidak berani untuk mengambil tindakan dan selama hal baik itu hanya ada dipikiran maka ia tidak akan pernah menjadi apa-apa.
Dalam kemeriahan acara ini dan antusiasme peserta kuliah pakar, Rafa Ramadita turut menyampaikan pesan dan kesannya terkait acara ini. Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta angkatan 2022 ini mengatakan bahwa acara tersebut sangat penting untuk mahasiswa FISIP dan masyarakat umum untuk kita lebih peka dengan problematika yang tengah terjadi di Indonesia dan mengambil andil perubahan dan penggerak untuk ke arah yang lebih baik.
"Seru banget sih, tadi tuh acaranya gak tegang dan dibawa enjoy aja, tapi kita tetep dapet diskusi yang emang diperlukan sama mahasiswa karena sebagai mahasiswa kita juga harus tahu, awas dan gerak gitu yaa gak cuma dipikirin doang, tapi kita juga membuat perubahan," Jelas Rafa.
Rafa juga turut menyampaikan harapannya untuk masyarakat Banten terkait dengan diskusi yang telah disampaikan Bung Rocky dimana ia berharap sistem pendidikan di Banten dapat lebih diperbaiki lagi karena harus banyak orang yang mengetahui terkait dengan permasalahan ini sehingga suara masyarakat tidak menjadi alat untuk politisasi oleh para penguasa. (*)