Haji Mabrur atau Mardud, Refleksi Haji Terhadap Kehidupan Sosial

Jumat 14-07-2023,10:51 WIB
Reporter : Muhammad Ridho Ardiansyah
Editor : Haidaroh

Oleh Farhan Firdaus, S.Hum., M.Pd, Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

INFORADAR.ID - Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat, dan puasa. Para ulama bersepakat bahwa melaksanakan ibadah haji wajib untuk setiap muslim yang merdeka, baligh, berakal, dan mampu baik secara fisik maupun harta. 

Hal tersebut berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imran: 97 yang artinya, “di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa mamasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” 

Menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad, barangsiapa yang masuk kategori mampu untuk melaksanakan haji tapi tidak melaksanakan haji sampai meninggal, maka kewajiban haji tersebut tidak hilang dan wajib dibadalhajikan. 

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik kewajiban haji menjadi gugur ketika meninggal dan tidak wajib dibadalhajikan.

Ibadah haji dianggap ibadah yang istimewa. Mayoritas umat muslim di dunia sangat berharap bisa melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Selain bagian dari rukun Islam, juga karena pelaksanannya di tempat yang khusus (مكان مخصوص), yaitu Makkah dan ‘arofah, pada waktu khusus (زمن مخصوص), yaitu bulan dzulhijjah (salah satu asyhuru al-hurum), juga dengan ibadah yang khusus (أفعال مخصوصة), seperti thawaf dan wuquf yang hanya bisa dilaksanakan pada waktu dan tempat yang khusus (Al-Zuhaili, 1985:8).

al-Qadhi Husein (Ulama pembesar mazhab Syafi’i) menganggap bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang paling afdhal (أفضل العبادات) karena di dalamnya terdapat ibadah badaniyah dan maaliyah. 

Al-Hulaimi berpendapat bahwa barangsiapa yang melaksanakan haji seakan akan dia melaksanakan puasa, shalat, zakat, i’tikaf, dan lain-lain. Akan tetapi, pendapat tersebut terbantahkan oleh pendapat sebagian ulama madzhab Syafi’i dan Hambali yang lebih rajih yang mengatakan bahwa shalat merupakan ibadah yang paling utama karena merupakan tiang agama (عماد الدين)(Al-Zuhaili, 1985:10), Hal ini senada dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan al-Baihaqi yang artinya “Shalat adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikan shalat, sungguh ia telah menegakkan agama (Islam) itu; dan barangsiapa meninggalkan shalat, sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu.” Walau demikian, perbedaan pendapat mengenai ibadah haji tersebut sebagai indikasi bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang istimewa, tidak semua umat muslim di seluruh dunia bisa melaksanakannya. Semoga Allah menaqdirkan kita semua umat muslim Indonesia bisa melaksanakan haji ke Baitullah, Aaamiin.

Rangkaian ibadah haji tahun ini telah selesai dilaksanakan oleh seluruh jama’ah haji termasuk dari Indonesia. Secara berangsur mereka kembali ke negara asalnya masing-masing. Untuk jama’ah yang berasal dari Indonesia, kepulangan mereka dimulai dari tanggal 4 juli 2023. 

Ada harapan besar yang diinginkan oleh mayoritas jama’ah haji setelah melaksanakan ibadah haji. Mereka berharap ibadah haji mereka diterima (Maqbul) oleh Allah SWT dan bukan yang ditolak (Mardud). Sehingga, melaksanakan ibadah haji tersebut tidak hanya ritual semata tapi ada refleksi positif terhadap diri sendiri juga lingkungan kehidupan sosial. Seperti apa tanda-tanda seseorang yang tergolong kategori haji mabrur? Dan seperti apa refleksi positif haji mabrur terhadap kehidupan sosial?

1. Haji Mabrur

Mabrur (مبرور) merupakan derivasi dari kata birrun (بر) yang artinya kebaikan. Dengan demikian, haji mabrur merupakan haji yang penuh dengan kebaikan. Disebut juga sebagai haji maqbul (مقبول) yang artinya diterima. Pahala orang haji mabrur tidak ada balasan lain selain surga. Orang yang termasuk kategori haji mabrur bukanlah yang memproklamirkan diri telah menjadi haji mabrur. Akan tetapi, refleksi haji mabrur tergambar dalam cara bersikap, cara beribadah, dan cara bersosial.

Haji mabrur atau maqbul yaitu ibadah haji yang dilaksanakan tanpa dicampuri dosa di dalamnya dan penuh dengan keta’atan. Dalam al-Qur’an Allah menyeru hambanya yang melaksanakan ibadah haji untuk tidak berbuat jima (الرفث), fasiq (الفسوق), dan berdebat (الجدال) (QS. Al-Baqarah: 197).

Ketika beribadah haji dan menjadi tamunya Allah, hendaknya beribadah dengan maksimal, khusyuk, dan melakukan segalanya karena Allah. Dr. Abdul Karim Zaidan memberikan gambaran mengenai tanda-tanda haji mabrur (Zaidan, 1993:150), diantaranya: Pertama, Menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. 

Hal yang paling mendasar seseorang masuk kategori haji mabrur adalah ketika dia bisa berubah menjadi lebih baik dari sebelum melaksanakan ibadah haji. Proses kehidupan adalah proses belajar. Belajar menjadi lebih baik. Semakin hari seseorang tidak bertambah kebaikannya adalah sebuah kerugian. Orang yang menyandang predikat haji mabrur akan terus berusaha memperbaiki diri dan meningkatkan keta’atan kepada Allah SWT. Dia sadar bahwa tugas utamanya adalah ibadah. Sehingga, dia akan memprioritaskan keta’atan kepada Allah dibanding lainnya. Kedua, Tidak mengulangi maksiat. Manusia adalah tempat salah dan lupa. Akan tetapi, menghindari kesalahan yang serupa itu tanda manusia yang berfikir dan dinamis. 

Tags : #haji
Kategori :