Pikun tetap mengenakan pakaian jelek. Lusuh. Sama seperti dulu.
Ketika makan bersama keluarganya pun, Pikun memilih menu yang sangat sederhana. Hanya dengan tahu dan tempe. Terkadang, ikan asin.
“Yo ben. Ngene wae ora opo-opo (Ya biar saja. Begini saja tidak apa-apa),” jawab Pikun tentang kebiasaannya.
“Ben ora mandeg sugihe (Biar tidak berhenti kayanya),” celetuk Pikun.
Orang-orang di desanya pun yakin, Pikun melakukan pesugihan.
Konon, apa yang dilakukan Pikun merupakan siasat. Mengenakan pakaian lusuh dan makan dengan menu seadanya adalah cara untuk menipu bangsa jin yang sudah diminta mendapatkan kekayaan.
Mitosnya, dengan cara itu, Pikun tidak perlu menyediakan tumbal. Entah berupa sesajen atau nyawa anak dan istrinya kepada bangsa jin sebagai ganti kekayaan yang dia peroleh.
Sebab, bangsa jin yang sudah bersekutu dengan Pikun akan menagih janji. Sesuai perjanjian, bangsa jin meminta tumbal setelah Pikun kaya.
Benar atau tidak, wallahualam bissawab. Namun, setelah Pikun meninggal dunia, kekayaannya habis. (*)