Suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya akan runtuh apabila akhlaknya rusak. Oleh karena itu, tujuan pendidikan akhlak harus diarahkan pada terbentuknya manusia yang berakhlak mulia (al-akhlaq al-karimah).Cara yang ditempuh untuk mencapai akhlak mulia tersebut berbeda-beda sehingga jangan sampai seseorang lebih mengedepankan akhlak tercela.
Sekarang, banyak sekolah atau lembaga pendidikan lain yang masih berorientasi hanya pada satu aspek kecerdasan, yaitu kognitif atau pada beberapa aspek kecerdasan. Namun, semuanya itu belum mewakili dalam pembentukan akhlak mulia. Apalagi di tengah persaingan, banyak sekolah yang “mengunggulkan” lembaga pendidikannya, alias sebagai sekolah unggulan. Ada yang mengunggulkan sarana dan prasarana, tenaga pendidik, hingga kurikulum.
Ada pula anggapan bahwa keber hasilan sekolah dalam mendidik anak didiknya dilihat dari kuantitas lulusan. Apabila banyak anak didiknya yang lulus dengan nilai yang baik, sekolah tersebut dinyatakan baik atau unggul, bahkan menjadi sekolah favorit. Begitu pula sebaliknya, apabila di sekolah tersebut banyak yang tidak lulus, sekolah tersebut dikatakan tidak unggul. Oleh karena itu, siap-siaplah sekolah tersebut akan kekurangan anak didiknya pada tahun ajaran berikutnya.
Lebih ironisnya, fenomena tersebut diakui oleh mayoritas masyarakat di Indonesia. Dengan jaminan akan lulus, banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Padahal, beIum tentu semua anak didik yang lulus dari segi akademik (kognitif), lulus juga dari segi afektif (akhlak).
Pendidikan akhlak harus ditekankan kepada anak didik sedini mungkin untuk dimanifestasikan dalam kehidupan. Tidak hanya secara teoretis, tetapi juga praktis. Bahkan, berhasil atau tidaknya pendidikan akhlak di Iihat dari perbuatan yang dilakukan seseorang atau anak didik dalam kehidupannya.
Berakhlak yang baik harus dilakukan secara vertikal (kepada Allah) dan secara horizontal (kepada makhluk-Nya), karena dalam bahasa Arab, kata akhlaq itu mengandung segi-segi persamaan dengan kata khaliq (Yang Menciptakan) dan makhluq (yang diciptakan).
Dengan demikian, diharapkan manusia itu berakhlak, baik terhadap Tuhan (Khaliq) maupun terhadap sesama manusia dan alam sekitarnya (makhluq). Berakhlak baik terhadap Tuhan dengan cara melaksanakan ibadah yang biasa dilakukan oleh setiap umat beragama sesuai dengan agamanya masing-masing. Sedangkan berakhlak baik terhadap makhluk sangat luas cakupannya. Tidak hanya menjaga dan berakhlak baik terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap binatang dan tumbuhan serta alam sekitarnya.
Nilai dari pendidikan akhlak ada lah akhlak itu sendiri karena akhlak merupakan salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam. Untuk itu, pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang di anggap buruk oleh agama. Oleh karena itu, nilai nilai akhlak dan keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama.
Dengan demikian, seorang Muslim tidak sempurna agamanya bila akhlaknya tidak baik. Para filosof pendidikan Islam sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab salah satu tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan al-akhlaq al-karimah.Untuk itu, pendidikan akhlak tidak dapat dipisahkan dengan unsur-unsur pendidikan lainnya. Harus ada perpaduan (integrated) antara pendidik, anak didik, kurikulum, dan penunjang keberhasilan pendidikan akhlak lainnya.Selain itu, meskipun materi ajar berbeda-beda sesuai dengan bidang ilmunya, materi ajar tersebut harus mengandung nilai-nilai akhlak mulia. Pendidikan akhlak pun menjadi tolok ukur pada diri seseorang dalam menilai tingkat kesempurnaannya. *
*Penulis : Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten dan Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi Cikeudal, Pandeglang