Lima anak dari Caringin disebutkan pula pernah hilang di Gantarawang. Awalnya, kelima anak ini bermain-main di sekitar Gantarawang.
Orangtua mereka sebenarnya sudah mewanti. Melarang anak-anaknya bermain di Gantarawang.
Tapi namanya anak, pesan orangtua kerap mereka abaikan. Apalagi, ketika bermain dengan teman-temannya.
Anak-anak ini akhirnya ditemukan. Setelah beberapa hari pencarian.
Kelima anak ini mengaku berada di sebuah perkampungan. Mereka, bahkan bertemu dengan orangtuanya. Juga orang-orang yang diyakini sebagai tetangganya.
Anehnya, orang-orang kampung yang ditemui kelima anak itu tidak bicara. Mereka melakukan aktivitas layaknya warga kampung. Tapi diam.
Gantarawang diyakini sebagai pusat kerajaan jin di Banten. Konon, jin penghuni Gantarawang merupakan sisa dari pasukan Prabu Pucukumun, Raja Medang Gili.
Medang Gili berdiri sebelum Kesultanan Banten berdiri.
Nah, ketika Maulana Hasanudin datang untuk menyebarkan agama Islam, Prabu Pucukumun menentang.
Mereka perang tanding. Pucukumun kalah.
Sesuai perjanjian, Raja Medang Gili itu pergi. Meninggalkan daerah kekuasaannya.
Pasukan Pucukumun tercerai-berai. Pergi ke beberapa wilayah di Banten. Di antaranya, ke daerah Selatan Banten. Sekarang, kita mengenalnya dengan Suku Baduy.
Mitos Gantarawang pun tak bisa lepas dari legenda Haji De’eng. Ulama sakti yang mampu menaklukkan penguasa kerajaan jin di Gantarawang.
Nama asli Haji De’eng sebenarnya adalah Tubagus Yali. Haji De’eng menjadi panggilannya karena senang membuat dendeng. Daging sapi yang disayat tipis. Dibumbui, lalu dikeringkan.
Suatu hari, Haji De’eng membawa ikan hasil tangkapan. Dimasukkan ke dalam kepis.
Ketika akan dimasak, ikan-ikan itu hilang. Haji De’eng marah. Dia tahu, ikan-ikannya diambil oleh jin penghuni Gantarawang.