JAKARTA, INFORADAR.ID - Mahkota Sultan Banten saat ini masih ada karena menjadi koleksi Museum Nasional nomor inventaris E 619. Mahkota Sultan Banten terbuat dari emas, bertabur permata dan berlapis perak.
Mahkota Sultan Banten merupakan regalia (pusaka) Kesultanan Banten yang menggambarkan kebudayaan Islam Nusantara.
Mahkota Sultan Banten merupakan bagian dari salah satu bukti nyata kejayaan dan keberagaman budaya Kesultanan Banten.
Adapun dikutip INFORADAR.ID, dari situs resmi Museum Nasional bahwa, Mahkota Sultan Banten bermotif sulur daun serta pohon hayat yang distilir sedemikian rupa. Pada bagian puncak mahkotanya berbentuk kuncup bunga teratai menyerupai bentuk wajra yang dalam ajaran Hindu menyimbolkan sebuah pencerahan.
Mahkota emas bertabur permata, berlapis perak ini milik raja Banten, kesultanan di ujung barat Pulau Jawa. Karya indah bermotif flora khas Islam. Konon dipakai sejak raja kedua, pada seribu lima ratus lima puluh dua.
Secara geografis wilayah Banten bisa disebut strategis karena letaknya dekat dengan Selat Sunda dan menjadikannya sebagai gerbang bagi para pedagang dari luar Nusantara, seperti dari wilayah Asia dan Eropa. Banten sudah berada pada posisi penting dalam rute perdagangan dunia sejak abad ke-7, saat Banten menjadi pelabuhan kedua dari Kerajaan Sunda.
Ajaran Agama Islam pertama kali masuk ke Banten dibawa oleh pedagang Arab. Selanjutnya Sunan Ampel dari Demak dan Sunan Gunung Jati dari Cirebon berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Banten. Menjelang abad ke-16, Kesultanan Banten memegang peranan penting dalam perkembangan penyebaran agama Islam di Nusantara. Kesultanan Banten tampil sebagai pusat pemerintahan yang bercorak Islam dan merupakan pusat perdagangan antar bangsa.
Banten adalah kota-bandar perdagangan yang bersemi di abad ketujuh belas.
Lokasinya berada di Selat Sunda, menjadi pintu masuk Jawa dan pulau rempah di timur nusantara. Pedagang Arab, India, China, dan kelak Eropa memenuhi pasar-pasarnya.
Mengincar hasil perkebuanannya yaitu rempah-rempah, utamanya lada yang jadi produk unggulannya.
Semangat perdagangan bebas dan diplomasi internasional dipelihara para Sultan, termasuk dengan mengirimkan rombongan duta besar ke London Inggris. Rajanya yang paling sohor, Sultan Ageng Tirtayasa manfaatkan kemakmurannya membangun infrastruktur kota dan benteng dengan batuan dan tembok.
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa melaksanakan pembangunan jaringan irigasi untuk mengairi sawah-sawah yang baru dibuka dan istana-istananya. Dengan kemakmuran itu, beberapa karya sastra abad ketujuh belas dan delapan belas di Eropa mengabadikan sosok sultan dan kotanya sebagai simbol kemakmuran di belahan timur dunia.
Namun, kemakmuran Banten runtuh setelah kehilangan kemerdekaannya menyusul perang saudara antara Sultan Ageng dan anaknya sendiri, yang dibantu Kongsi dagang Belanda VOC.
Secara perlahan Belanda menguasai dan kelak menghancurkan istana Kesultanan Banten serta menyingkirkan rajanya.
Serta menjarah mahkotanya dan Kesultanan Banten akhirnya runtuh setelah tiga abad dijajah Belanda.